Batakpedia.org – Horas! Itu adalah sapaan umum bagi orang Batak yang merupakan salam khas dari Batak Toba khususnya seperti salam khas yang lain, yaitu Menjuah-juah dari daerah Karo, YAHOBU dari daerah Nias.
Sulit untuk menemukan padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia untuk kata Horas, di mana kata Horas memiliki makna yang sangat luas: apa kabar?, selamat pagi/siang/malam, selamat datang/jalan, salam kenal, sebagai pembuka/penutup acara.Lebih dari itu Horas memiliki arti sebagai ucapan syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa dan agar selalu diberkati.
Dan ada baiknya ketika disapa Horas maka dijawab dengan kata Horas juga. Walaupun kata Horas sudah luas dan umum, tetapi penyapaan kata Horas Bah oleh yang bukan Batak kepada seorang Batak dengan tekanan bahasa yang dibuat-buat dan terkesan meniru dialek Batak adalah sebuah bentuk ejekan, oleh karena itu pakailah tekanan bahasa yang wajar, tidak dibuat-buat.
Karena walaupun banyak komedian yang menganggap itu lucu namun itu dianggap sebagai ejekan bagi kebanyakan orang Batak. Bahasa Batak memiliki banyak keunikan yaitu penggunaan kata dalam bahasa Batak yang kasar dan halus. Misalnya dalam berkomunikasi bahasa yang kasar digunakan untuk pergaulan yang sudah akrab/sejajar dan bahasa yang halus untuk pergaulan yang umum dan lebih hormat.
Adalah terasa aneh jika menggunakan hata Andung atau bahasa yang halus terhadap orang yang sudah sejajar umur atau dengan tingkat kekerabatan yang sudah sangat akrab. Oleh sebab itu memang sangat wajar jika terhadap orang yang dihormati atau tingkat kekerabatan masih jauh (belum menjadi sahabat dekat) harus menggunakan kata atau bahasa Batak yang halus.
Misalnya penggunaan kata “Ho” yang artinya kau adalah bersifat kasar dan baiknya pengucapan “Ho” dalam berbicara hanya untuk sesama Batak yang sudah akrab dalam persahabatan tidak baik jika digunakan terhadap orangtua.
Jika seorang Batak Kristen berkomunikasi dengan orang islam atau agama lain, maka adalah tidak baik jika mengucapkan kata babi, maka pada istilah Batak sendiri banyak yang menyingkat dengan b2 untuk kata babi dan b1 untuk menyebut biang (anjing), Itulah sebabnya Batak Toba memiliki tenggang rasa yang cukup tinggi terhadap suku atau orang lain.
Hata Andung dalam bahasa Batak Toba adalah bahasa yang halus yang biasanya diucapkan dalam acara formal dan kepada orang yang lebih tua misalnya dalam menyebutkan bagian tubuh, tidak baik mengatakan “mata mu”, “ulu mu”(kepalamu), “butuhamu”(perutmu) terhadap orang yang lebih tua, harus dengan hata Andung. Beberapa hata Andung dalam bahasa Batak Toba:
Ulu = Simajujung = Kepala
Obuk = Sitarupon = Jambulon = Rambut
Pinggol = Sipareon = Sipanangi = Telinga
Mata = Simalolong = Mata
Pamangan = Simangkudap = Mulut
Tangan = Simangido = Tangan
Butuha = Siubeon = Perut
Pat = Simanjojak = Kaki
Begitu juga dalam hal panggilan, adalah kurang sopan jika memanggil nama terhadap orang Batak yang memiliki tingkat stratipikasi sosial yang lebih tinggi dan sudah berkeluarga. Memanggil nama seorang Batak yang sudah berkeluarga dan sudah memiliki anak adalah tidak sopan dan akan membuat tersinggung dan merasa keluarga terhina karena dianggap masih anak-anak.
Hanya sesama anak-anaklah yang diperkenankan memanggil nama asli satu sama lain itupun harus dilihat berdasarkan tingkat kekerabatan dalam keluarga atau tingkat kelahirannya. Misalnya kita tidak boleh memanggil nama adik dari ayah kita yang artinyanya ia memiliki tingkat kelahiran lebih tinggi.
Misalnya si Horas tidak bisa memanggil nama si Toba (Toba adalah adik ayah si Horas), Horas harus memanggil dengan sebutan amang uda.
Keseharian Gaya dan Tutur Sapah untuk Orang Suku Batak
Menyebut-nyebut dan memanggil nama asli adalah hal yang cukup sensitif bagi masyarakat Batak Toba, bahkan anak kecil sekalipun akan berkelahi jika seseorang menyebut nama asli dari ayahnya. Jadi, apa gunanya nama jika bukan untuk disebut dan dipanggil?
Di sinilah letak keunikan dan budaya tenggang rasa masyarakat Batak Toba yang cukup tinggi, bahwa pantang menyebut nama yang sudah tergolong terhormat, nama asli sudah dianggap secara pribadi dan memiliki makna tersendiri.
Begitu halnya dalam perkenalan diri masyarakat Batak Toba saat memperkenalkan diri selalu menyebut nama dan marga yang dianggap orang lain orang Batak suka menunjukkan kedaerahan dan kolot, tetapi sebenarnya penyebutan marga adalah implementasi dari Dalihan Natolu (Somba marhula-hula, Elek marboru,Manat mardongan tubu) agar seorang Batak dengan Batak yang lain jangan sampai salah dalam hal kekerabatan.
Harus somba (menyembah: sopan terhadap hula-hula/Paman), harus elek marboru(bersifat membujuk terhadap boru/anak), dan manat mardongan tubu( berjaga-jaga/sopan dengan dongan tubu).
Jika ingin bersahabat dengan masyarakat batak Toba panggillah ia dengan marganya tidak dengan nama aslinya. Tetapi dalam hal semarga terasa aneh dan kurang sopan jika memanggil dengan marga, misalnya saya marga Simanjuntak akan kurang sopan dan kurang beradat jika saya memanggil teman saya yang lain Simanjuntak dengan memanggil marganya, di sinilah letak keunikan Batak Toba itu jika sudah saling tahu orang Batak maka selanjutnya adalah mencari tahu tingkat kelahiran untuk panggilan yang lebih sopan.
Kesimpulannya adalah bahasa yang halus dan kasar dalam pergaulan adalah budaya dalam pergaulan sehari-hari. Menyebut dan memanggil seseorang harus bergantung pada stratipikasi sosialnya agar hikmat dari kekerabatan dapat terjaga.
Orang Batak selalu menunjukkan marga dan memang harus tidak malu menjadi orang Batak bukan menunjukkan kalau orang Batak masih kolot dan bersifat kedaerahan, melainkan bahwa Batak memiliki rasa tenggang rasa yang tinggi terhadap sesama Batak terlebih terhadap suku atau agama lain.