Batakpedia.org– Di Kepulauan Sumatera, suku Batak punya adat yang unik. Mereka punya makanan adat yakni ikan adat Batak yang biasa disebut ihan.
Populasi ihan sudah nyaris punah. Dia bisa disejajarkan oleh ikan Lele raksasa sungai Mekong dan Arapaima. Mengapa ikan Ihan punah? Itu yang masih menjadi misteri.
Menurut Kepala Bidang Perikanan, Dinas Peternakan dan Perikanan Pemkab Humbahas, Provinsi Sumatera Utara, Rudy Simamora, Ihan terancam punah karena pola penangkapan yang sporadis oleh warga. Ditambah juga dengan gangguan alam, seperti sumber air bersih yang berkurang akibat penebangan pohon.
Di sisi lain, perkembangan ihan juga punya musim. Menurut penelitian, ihan hanya berkembang biak pada April dan November per tahun. Inilah mengapa dia punah, sebab pengembangbiakan tidak berbanding lurus dengan penangkapan.
Zaman memang membuat ihan berkurang, terlebih para nelayan masa kini mendukung hal itu, dengan cara menangkap yang tidak ramah lingkungan, seperti menyetrum dan memburu ihan hingga ke lubuk pemijahannya.
Ihan (Neolissochilus thienemanni) adalah ikan endemik Sumatera Utara. Ihan biasanya ditemukan di Danau Toba atau sekitar sungai-sungai Sumatera Utara. Habitatnya di air dingin, jernih, dan cukup mengalir deras.
Konon, ihan adalah makanan para raja dan sesembahan (upa-upa) kepada Tuhan yang diberikan oleh Hula-hula (pihak pemberi istri) kepada Boru (pihak penerima istri).
Dalam prosesi adat perkawinan, pemberian ini sebagai balasan pemberian makanan oleh Boru. Tujuannya, agar si penerima mendapat berkat dari Tuhan yakni kesehatan dan umur panjang, mendapat banyak keturunan, dan mudah rezeki.
Kini, Ihan yang biasanya dipakai pada upacara-upacara adat Batak, sudah diganti dengan ikan dari genus Tor yakni deke jurung-jurung. Bahkan, saat ini ikan emas lah yang dijadikan upa-upa atau syukuran pada acara adat Batak. (cnn)