Batakpedia.org -Banyak orang tua di berbagai suku di Indonesia lebih senang kalau anak-anaknya jodoh dengan orang-orang dari suku yang sama.
Tetapi dengan hidup di negara yang sangat majemuk seperti Indonesia saat ini, maka kemungkinan anak-anak berjodoh dengan orang-orang dari suku yang lain atau suku yang berbeda, menjadi tidak terbantahkan.
Apalagi anak-anak sekarang, dengan perkembangan media sosial, perkembangan transportasi yang begitu pesat, juga tingkat perbauran antara warga negara yang begitu tinggi, telah membuat kemungkinan anak-anak zaman sekarang berjodoh dengan orang-orang dari suku yang berbeda, semakin tidak terhindarkan.
Hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa semua suku di Nusantara ini sudah mengalami perbauran lewat kawin campur, dimana tidak ada lagi suku yang warga sukunya masih murni alias belum ada yang kawin dengan orang-orang dari suku lainnya.
Artinya, pernikahan antarsuku semakin hari semakin tinggi di Nusantara ini. Suku Batak misalnya, dalam hal perkawinan antarsuku sudah terjadi secara cukup signifikan. Apalagi suku Batak sudah mengalami didiaspora, atau suka merantau sejak abad ke-19.
Menjadikan Pulau Jawa – utamanya Jakarta – sebagai tujuan utama, para perantau Batak akhirnya banyak yang menikah dengan gadis-gadis Jawa.
Karena begitu banyaknya pernikahan antara pria Batak dan wanita Jawa kala itu, maka dikenallah istilah ‘marboru Jawa’ (beristrikan Jawa).
Uniknya, istilah ‘boru Jawa’ tidak hanya dipakai orang Batak untuk wanita yang berasal dari suku Jawa saja. Tapi, siapa pun wanita dari suku yang banyak tinggal di Pulau Jawa. Sebut saja, wanita Sunda, Betawi, dan sebagainya.
Banyak alasan pria Batak menikahi gadis Jawa, kendati sebenarnya orangtua mereka rata-rata masih menginginkan anaknya menikahi gadis Batak, boru ni tulang (putri saudara lelaki ibu), atau setidaknya sesama orang Batak yang disebut pariban.
Alasan keinginan orangtua pun bermacam-macam, mulai dari adat sampai dengan kekhawatiran tertentu.
Lalu, apa alasan pria Batak akhirnya memilih gadis Jawa ketimbang menikah gadis Batak?
Berikut 4 alasan seperti yang pernah diangkat oleh Batakgaul, yang kami eksplorasi lagi untuk pembaca Netralnews, dengan tetap membiarkan kata-kata dalam bahasa Batak dari Batakgaul untuk paparan ini.
1. Alasan ekonomi
Mungkin ini alasan yang tidak seratus persen benar. Tetapi, faktor ekonomi menjadi salah satu alasan dasar kenapa para pria Batak akhirnya memilih gadis Jawa, ketimbang gadis Batak.
Alasan ini tidak main-main, karena harus diakui pernikahan adat Batak, misalnya Batak Toba, membutuhkan banyak biaya.
Setidaknya ada 2 (dua) elemen yang membuat biaya pernikahan adat Batak tinggi.
Pertama adalah sinamot atau tuhor
Sinamot atau tuhor, yakni mas kawin dalam adat Batak Toba yang diberikan pihak laki-laki (paranak) kepada pihak perempuan (parboru) pada saat pesta pernikahan.
Dulu sinamot bisa berupa hewan ternak, namun setelah adanya mata uang, hampir semua sinamot sekarang berbentuk uang.
Uang sinamot inilah yang kerap memberatkan pria Batak untuk mempersunting Boru Ni Raja. Apalagi jika tuntutan keluarga pihak perempuan terlalu tinggi. Bisa-bisa rencana pernikahan akhirnya batal.
Kedua, biaya pernikahan adat Batak adalah biaya pesta itu sendiri, utamanya biaya makan (katering).
Perlu diketahui, salah satu unsur penting dalam pesta nikah (unjuk) adalah persembahan daging dan nasi oleh paranak kepada parboru (pihak perempuan).
Paranak menyebut upacara itu sebagai tanggo juhut (daging dipotong-potong). Sementara, parboru dan kerabatnya menyebutnya sebagai mangallang tuhor ni boru atau mangan juhut ni boru (makan boli ni boru atau makan daging boru, arti kiasan dalam bahasa Batak).
2. Selain itu adalah alasan sudah terlanjur cinta
Tidak ada yang bisa melawan cinta. Begitulah kira-kira ungkapan para pria Batak seperti yang pernah diangkat Batakgaul, yang akhirnya memilih gadis Jawa untuk pendamping hidupnya, kendati masih ada boru ni tulang-nya yang masih jomblo.
Bukannya tidak mau menghargai adat, para pria Batak yang memilih boru Jawa ini kebanyakan beralasan cinta adalah yang utama, adat hanya memperkuat. Apalagi, jika calon istrinya juga seiman, sehingga mereka menganggap tidak ada penghalang yang berarti.
3. Alasan berikut adalah putri atau gadis Jawa bisa dijadikan boru Batak
Bagi pria Batak yang menghargai adat, namun memilih gadis Jawa, biasanya dia membuat acara khusus untuk tulang-tulangnya sebelum dia melangsungkan pernikahan. Tujuannya, meminta izin kepada tulang agar dia boleh menikahi wanita yang bukan paribannya.
Karena kesopanan si bere (keponakan), si tulang biasanya mengizinkan. Bahkan, mereka akhirnya bisa berkata kepada si bere: “Anggaplah wanita pilihanmu itu juga sebagai boru ni tulang”. Luar biasa bukan adat Batak itu?
Alasan lain bahwa banyak pria Batak akhirnya memilih boru Jawa adalah adat Batak tidak sekaku yang dibayangkan. Buktinya, dalam adat Batak, ada yang namanya mangain boru (mengangkat anak perempuan/memberi marga).
Dengan mangain boru ini, pria Batak bisa menjadikan boru Jawa sebagai boru Batak.
Meski terlahir sebagai orang Batak, banyak pria halak hita yang ternyata sudah tidak memegang teguh adat istiadatnya.
Hal ini yang akhirnya membuat mereka merasa tidak ada keharusan untuk menikahi pariban-nya atau setidaknya boru atau gadis Batak.