Batakpedia.org – Rasa lelah saya belum hilang sepenuhnya ketika cahaya mentari pagi mengintip tanpa malu-malu dari balik tirai jendela.
Riuhnya pesta perkawinan adat yang kemarin saya hadiri masih terngiang dalam benak. Tapi, saya bergegas bangun dan bersiap; hari ini saya dan kawan-kawan akan menelusuri beberapa destinasi wisata yang ada di Balige. Dari balik jendela, pemandangan Danau Toba yang masih terselubung kabut tipis membuat saya makin bersemangat.
Ups, kendaraan yang menjemput kami sudah tiba. Saatnya bertualang sehari di Balige!
Pagi hari, riuhnya pasar tumpah menyapa saya di sekitar lapangan Sisingamangaraja Balige
Mobil yang saya tumpangi berbelok menyusuri jalan-jalan sempit di Balige. Hari itu hari Jumat, hari pekan di mana aktivitas jual beli ala pasar kaget berlangsung. Lapak-lapak ribuan pedagang yang menjual beragam dagangan tampak tumpah ke jalan. Mulai dari sembako, bumbu masak, alat elektronik, sampai barang-barang bekas. Saya jadi teringat pasar Sunday Morning yang digelar tiap hari Minggu pagi di Yogyakarta. Sayang, saya gak sempat mampir ke Onan Balerong, pasar tradisional ikon Balige.
Sementara di Lapangan Sisingamangaraja Balige, ratusan ekor kerbau tampak memadati salah satu sisi lapangan. Di situlah orang-orang melakukan jual beli kerbau setiap hari pekan. Katanya, pasar kerbau ini sudah berlangsung sejak lama; tak cuma orang-orang Balige yang berdagang di sana, melainkan juga orang-orang dari luar Toba Samosir (Tobasa).
Kerbau-kerbau yang dijual di sini bisa mencapai puluhan juta. Dulu, jual beli kerbau ini tidak menggunakan uang, melainkan sistem barter. Kabarnya, kini masih ada beberapa orang yang masih menerima sistem barter tersebut untuk bertransaksi kerbau di Balige.
Uniknya becak motor ala Balige membuat saya menganga. Angkutan umum yang unik ini memang beda!
Becak motor atau bentor adalah salah satu transportasi umum yang mudah kamu temukan menggilas jalanan di Sumatera Utara. Satu hal yang menarik perhatian di sepanjang jalan dari Medan menuju Balige, saya menemukan bahwa setiap kota punya kekhasannya masing-masing soal bentor ini.
Di kota Balige, bentuk bentornya agak lebih unik dibanding kota-kota lainnya. Bentor di Balige ini menggunakan skuter vespa lawas yang tampak gak terawat dan termakan usia, plus gondola yang sama kondisinya. Meski begitu, bentor-bentor, ini sanggup melibas medan perbukitan yang naik turun di Balige. Hmm, mungkin kalau bodinya dirawat dengan baik, angkutan ini bakal jadi alat transportasi umum paling keren di Indonesia!
Kami pun mampir ke Museum Batak TB Silalahi Center, untuk mempelajari lebih jauh tentang sejarah dan budaya Batak
Usai menyantap sarapan berupa mie gomak dan teh manis hangat, kami beranjak menuju T.B. Silalahi Center. Ini bukan toko besi atau toko buku Silalahi lho, melainkan nama seorang tokoh nasional Republik Indonesia. T.B. Silalahi Center adalah museum jejak langkah yang berisikan koleksi pribadi T.B. Silalahi yang sarat dengan nilai sejarah dalam hidup beliau. Kamu bisa menemukan beragam koleksi yang menceritakan perjalanan hidup seorang T.B.Silalahi.
Tak cuma museum jejak langkah dan sejarah T.B. Silalahi, di kompleks yang sama terdapat juga Museum Batak. Di sini, kamu bisa memperkaya wawasanmu tentang sejarah dan budaya suku Batak lewat koleksi-koleksi sejarah, pernak-pernik adat, serta diorama. Kalau kamu suka sejarah dan budaya, kamu pasti bakal betah melihat-lihat koleksi museum ini.
Siang sudah di atas kepala. Ini saatnya menjamahi pemandangan Danau Toba dari Bukit Tarabunga, bukit tertinggi menuju surga
Muter-muter di Museum Batak ternyata bikin haus. Kami memutuskan minum-minum dulu sebelum cabut ke checkpoint berikutnya: Bukit Tarabunga. Nah, kalau kamu mencari spot paling asyik untuk memandang Danau Toba di Balige, di sinilah tempatnya. Dari atas bukit ini, kamu bisa menikmati eloknya panorama Danau Toba menghampar 180 derajat dibawah kakimu.
Di atas bukit ini terdapat beberapa makam orang Kristen Batak Toba. Sebagian dari mereka percaya bahwa tempat-tempat yang tinggi bisa lebih mudah mengantarkan jiwa-jiwa ke surga. Makanya, wajar saja kalau dibilang bahwa Bukit Tarabunga adalah bukit menuju surga. Saya juga merasakan sendiri surga di atas bukit ini, yaitu mahakarya Ilahi berupa pemandangan Danau Toba yang bagai lukisan.
Sebenarnya, Bukit Tarabunga paling asyik dinikmati pada saat golden hours untuk mendapatkan megahnya pemandangan Danau Toba saat matahari terbit maupun tenggelam. Sayangnya, kami masih terlalu siang saat berkunjung ke sana. Teriknya gak nahan!
Sore itu kami habiskan di Lumban Silintong; tempat kaki ini bisa menyapa permukaan Danau Toba yang selalu indah di mata
Karena matahari yang terasa terik di Bukit Tarabunga, kami bergegas menuju Lumban Silintong, objek wisata tepi danau Toba yang dipenuhi sejumlah kafe dan rumah makan. Kami memutuskan untuk mengisi perut di salah satu kafe yang dilengkapi dermaga kayu. Rasanya seru, makan semangkuk indomie sambil menikmati permukaan danau langsung di bawah kakimu.
Beberapa dari kami memutuskan berenang—saya tentu bukan salah satunya, gak bawa baju ganti sih! Saya cukup menikmati dinginnya air danau menjamah kaki di tepian dermaga.
Yang menarik, beberapa anak-anak setempat yang berlatih renang tak jauh dari sana mendekati kami. Mereka meminta kami melemparkan koin ke danau untuk mereka tangkap. Kami pun melemparkan koin satu per satu ke permukaan danau. Dengan sigap, mereka menyelam menangkap koin itu sebelum jatuh ke permukaan.
Tak terasa, sore sudah hampir berpulang. Dengan perut kenyang, kami bersiap pulang setelah mentari kembali ke peraduan. Sungguh satu hari yang tak terlupakan di Balige! (hipwee)