Menurut catatan sejarah, Sisingamangaraja XII-lah yang pertama menggunakan kertas dan cap sebagai legalitas surat. Hal ini dipergunakan dalam usahanya melawan penjajah dengan kerja sama keluar dan untuk menyamakan kedudukannya dengan raja-raja atau sultan-sultan Melayu. Hal ini juga digunakan dalam surat yang ditujukan kepada otoritas kolonial Belanda dan missionaris Jerman I.L. Nommensen.
Sebagai pelegalitas surat-suratnya selama masa perjuangan, ada tiga jenis cap Sisingamangaraja XII (Kozok, 2000:254), dua di antaranya (cap B dan C) lebih sering digunakan, sedangkan satu lagi (cap A) jarang digunakan, tetapi ada ditemukan dalam arsip Vereinigte Evangelische Mission (pengganti RMG) di Wuppertal, Jerman. Ketiga cap itu ditulis dengan bahasa Batak dan aksara Batak yang ditulis ditengah cap; dan bahasa Melayu dengan menggunakan aksara Jawi yang ditulis di pinggir sekeliling cap.
Cap A berbentuk bulat bergerigi sepuluh dengan diameter 60 mm. Kondisi cap ini kurang bagus dan kelihatannya dibuat terbalik, aksaranya baru jelas terbaca setelah menggunakan cermin seperti Sisingamangaraja XII-lah yang pertama menggunakan kertas dan cap sebagai legalitas surat.berikut ini:
(CAP A)
Cap B berbentuk bulat bergerigi 12 dengan diameter 74 mm. Ini yang lebih sering digunakan dalam surat-surat Sisingamangaraja XII sebagaimana terlihat berikut ini:
(CAP B)
Cap C berbentuk bulat bergerigi 11, yang tampaknya lebih ”mudah” dibaca seperti terlihat berikut ini:
(CAP C)
Tulisan Aksara Batak yang ada pada ketiga cap itu, terutama lebih banyak tafsiran dalam cap B, memiliki variasi bacaan dan tafsiran seperti ini:
- Ahus sap tuwana Sisingamangaraja tiyan Bagara.
- Ahu sasap tangan sisingamangaraja mian Bakkara.
- Ahu sasap tuwana Sisingamangaraja mian Bakkara.
- Ahu ma sap tuana Sisingamangaraja sian Bagara.
- Ahu sahap ni tuwan Sisingamangaraja tian Bakara.
- Ahu sahap tuan Sisingamangaraja tian Bakara.
- Ahu sahap ni Sisingamangaraja sian Bakara.
- Ahu sasap tuana Sisingamangaraja tian Bagara.
- Ahu ma sap tuan Sisingamangaraja tian Bangkara.
Namun, dari semua tafsiran itu, inti tulisan pada cap itu adalah ”Ahu sap ni Sisingamangaraja sian Bakara”, yang artinya ”Aku cap Sisingamangaraja dari Bakara”.
Tulisan Jawi (Arab Melayu/Arab gundul), yang berada di sekeliling cap itu berbunyi :
This is the seal of the Great Lord (maharaja) in the negeri of Toba whose residence is in Bakara. 1304 H. (Muller).
Terjemahan Indonesia :
Inilah cap maharaja di negeri Toba kampung Bakara nama kotanya hijrat nabi 1304
Dugaan adanya huruf Jawi (Arab Melayu/Arab gundul) di cap tersebut, umumnya pada masa itu huruf gundul banyak dipakai oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara sebagai lingua franca. Huruf ini juga dipakai dalam koin/mata uang yang beredar waktu itu. Alasan Sisingamangaraja XII memakai huruf ini hanya untuk keperluan diplomasi dalam memainkan peran politik dan militernya dan bukan seperti isu yangg dihembuskan bahwa ia telah menjadi muslim karena kedekatannya dengan kerajaan Aceh (Sisingamangaraja XII pernah mengikuti latihan keprajuritan di Aceh sebelum perang Batak pecah)
Cap/stempel Sisingamangaraja XII yang bertuliskan aksara dan bahasa Batak serta aksara Jawi dan bahasa Melayu menggambarkan beberapa hal:
- Perlunya mempertahankan nilai identitas etnik, yang ditandai oleh bahasa Batak dan aksara Batak di dalam cap itu.
- Perlunya mempertahankan nilai identitas ke-Melayu-an atau sekarang ke-Indonesia-an, yang ditandai oleh bahasa Melayu dan aksara Jawi oleh karena itu diperlukan untuk menjalin kerja sama dengan etnik dan religi lain terutama dengan mereka sesama penutur bahasa Melayu, yang dalam konteks sekarang ini adalah masyarakat penutur bahasa Indonesia atau masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, etnisitas dalam bingkai nasionalisme.
Referensi :
Kozok, Uli. 2000 “Seals of The Latest Sisingamangaraja”. Indonesian and the Malay World, Vol.28, No.82, 2000.
sipeop na godang ndang marlobi-lobi, si peop na otik ndang hurangan.
BATAKPEDIA