Sebenarnya sudah menahan diri tidak berkomentar, tapi daya ‘cobaan’ untuk berkomentar mengalahkan self control.
Saya tidak ingin membahas politik primordialisme karena sudah banyak yang bahas. Tapi ijinkan saya juga membahasnya. Pertama saya ingin bahas dari segi adat budayanya. Sebagai salah seorang pecinta budaya dan penggagas BatakPedia, saya sangat menyadari bahwa pengetahuan saya mengenai budaya Batak masih sangat terbatas. Di satu sisi saya sangat menghargai pelaksanaan ada ‘pangupaon’ (upa-upa) ini. Ya sebagai orang Batak saya tetap bangga. Dan saya juga cukup bangga meskipun itu bukan adat Batak. Ada fenomena sindrom inferioritas budaya Indonesia secara umum (http://batakpedia.org/nasib-budaya-indonesia-sindrom-infer…/).
Yang menjadi persoalan bagi saya adalah kesalahan-kesalahan yang cukup fatal yang justru menghilangkan filosofi/makna acara adat tersebut. Misalnya suami istri di ulosi hanya dengan 1 ulos, bukan dengan 2 ulos yang terpisah. Ini salah satu filosofi agar hubungan keluarga mereka tetap langgeng/bersatu, tidak terpisah. Persoalan lain ada kabar yang mengatakan bahwa yang memberikan ulos pun tidak memakai ulos (saya belum mengecek kebenarannya karena sedang sibuk mengurusi masa depan :D).
Dari segi politik primordialisme, meski Batak pada umumnya memegang prinsip ‘Ndang tumagon tu halak, adong do hita’, namun prinsip ini bukan harga mati. Buktinya di bidang bisnis dan politik.
Salah satu contoh di pilgub Sumatera Utara, sejak era pemilihan langsung Gubsu belum pernah orang Batak menang dan menjadi gubernur. Salah satu penyebabnya prinsip tersebut tidak berlaku secara general.
Fakta lain yang dikemukan teman saya PP Fakta Pilpres 2014 93% orang Batak pilih Jokowi. Orang Solo? Hanya 88% Pilih Jokowi. Artinya orang Batak lebih percaya Jokowi daripada orang Solo. Fakta unik di DKI? 83% orang Batak pilih Ahok, orang Tionghoa hanya 71% pilih Ahok. Selengkapnya lihat gambar dibawah ini:
sipeop na godang ndang marlobi-lobi, si peop na otik ndang hurangan.
BATAKPEDIA