Batakpedia.org– Neuman dalam bukunya Batakkaro Stammen (1940) menjelaskan bahwa Tarigan adalah marga yang datang dari marga Purba di Simalungun. Mengingat daerah Dolog Silou (Tingkos/Cingkes) yang bertetangga dengan Karo, ia datang dari Dolog Silou yang pergi ke Karo kemudian beralih menjadi Tarigan. Kisah ini masih banyak diketahui oleh orang-orang tua marga Tarigan di perbatasan Karo dan Simalungun.
Salah seorang pengetua adat di Simpang Bage bermarga Purba Girsang menceritakan bahwa marga Tarigan ini dahulu berawal dari seorang pemuda bermarga Purba yang diminta oleh raja Nagur marga damanik untuk menyelesaikan perselisihan wilayah Dolog Silou yang melibatkan Naga Saribu. Oleh raja disuruh tarik hotang (rotan) yang panjang untuk mengukur daerah itu. Kebetulan pada saat itu kekurangan orang untuk menarik rotan tersebut dan ketika itu ada seorang pemuda yang datang dari daerah Tingkos/Cingkes bermarga Purba yang hendak ke Saribudolok melewati daerah pertikaian tersebut. Maka dimintalah ia untuk menarik rotan tersebut ke seberang, lalu dibagilah kampung tersebut menjadi perbatasan kedua daerah, itulah kampung Paribuan Jahean dan Paribuan Juluan sekarang. Sejak saat itu dia lebih dikenal orang dengan Purba Tarikan, lama-lama penamaan itu berubah jadi Tarigan. Sebagian orang yang tidak mengetahui marganya lalu memanggilnya Tarikan saja, demikianlah di kemudian hari orang lebih mengenalnya dengan panggilan tersebut, marga Purbanya pun menjadi samar-samar dan menghilang. Kampung awalnya setelah menjadi tarigan adalah Cingkes, dari situlah keturunannya menyebar ke daerah lain di tanah Karo.
Di Cingkes dia sudah menemui Purba Sigumonrong yang kemudian menjadi Tarigan Gerneng sebagai pendiri kampung itu. Ia pun menikah dengan seorang wanita beru Karo dan menjadi Anak Beru, sejak saat itu dia beserta keluarganya menjadi bagian dari suku Karo. Ia lalu mengundang saudara semarganya yang lain dari Tambak Bawang marga Purba Tambak untuk datang ke tempatnya. Demikian juga marga Purba lain pun menyusul ke tempat itu, dari kampung Purba Tua dekat Saribu Dolog datang marga Purba Tua, dari Gunung Mariah marga Purba Silangit, dari Binangara marga Purba Tambun Saribu.
Demikian juga saudara kandung dari Purba Tambun Saribu yaitu Purba Tondang ikut menyusul saudaranya ke tempat tersebut, juga dari Naga Saribu Purba Girsang dan juga Purba Sihala. Setelah sampai di Cingkes semuanya bernaung ke dlm marga Tarigan termasuk Purba Sigumonrong.
Marga ini kemudian menjadi wadah perhimpunan marga Purba di tanah Karo, marga Purba lain yang berada di sekitar perbatasan Simalungun dan Karo mulai dari Bangun Purba, Gunung Mariah, Sinombah, hingga ke Cingkes banyak yang beralih menjadi marga Tarigan dengan membawa cabangnya masing-masing seperti saat masih berada di Simalungun. Keturunan mereka pun berkembang, salah seorang keturunan Purba Tambak yg berasal dari Togur di Dolog Silou kemudian menyebut marganya dengan Tarigan Tambak Tegur dan muncul lagi Tarigan Tambak Pekan.
Keturunan Tarigan Tambak yg ada di Cingkes setelah keluar dari tempat itu menamakan marganya dengan Tarigan Tambak Cingkes dan marga Purba yg tetap bertahan di tempat itu juga bernaung pada Tarigan tidak menunjukkan cabangnya. Demikian juga Tarigan Gersang melahirkan cabang Sahing. Kemudian seorang bermarga Cibero datang dari Tungtung Batu, Dairi, karena ia juga dahulunya berasal dari marga Purba sebelum merantau ke tanah Pakpak. Ia pun bergabung dgn Tarigan dan menyebut marganya Tarigan Sibero.
Setelah itu muncul lagi cabang marga Tarigan lain seperti Bondong, Jampang, Ganagana, dan Kerendam. Adapun Girsang adalah seorang pengembara ulung, ia bertualang mulai dari kampung halamannya di Girsang dekat Parapat karena diundang oleh keluarga marga Sinaga untuk mengobati salah seorang anggota keluarganya. Di tempat itu, ia mendirikan sebuah kampung bernama Girsang. Dari situ ia lalu diundang lagi oleh salah seorang keluarga marga Sihombing di Siborongborong. Di tempat itu ia mendirikan kampung Naga Saribu.
Setelah berdiam ditempat itu beberapa lama ia pun menikah dengan salah seorang puteri Toba dan melahirkan sejumlah keturunan bermarga Girsang. Ia kemudian berkelana lagi menemui saudaranya yang ada di Bakkara daerah Humbang dekat Dolok Sanggul. Di tempat itu sudah ada marga Purba keturunan seorang dukun yg juga datang dari Simalungun yg diundang untuk mengobati salah seorang keluarga pengetua kampung di tempat itu. Marga Purba tersebut telah diangkat menjadi anak oleh marga Simamora.
Setelah beberapa lama di tempat itu, Girsang tersebut merantau lagi ke Pegagan tanah Pakpak, ia pun diterima oleh marga Manik dan menikah dengan puterinya dan menjadi Anak Beru. Ia lalu diberi tanah untuk tempat tinggal di Bukit Lehu. Dari pernikahan tersebut lahirlah marga Cibero yang kemudian mendirikan kampung di Tungtung Batu, salah seorang keturunannyalah yang pindah ke tanah Karo dan juga Gayo. Sementara keturunan Girsang lainnya sebagian ada yg merantau ke Singkil dan salah seorang di antaranya berkelana ke Naga Saribu, Silimakuta dan diterima oleh marga Sinaga, penduduk awal yang mendiami Silimakuta. Ia pun menikahi puteri kepala kampung bermarga Sinaga. Dan setelah itu penguasaan kampung diserahkan kepadanya karena ia telah berjasa membantu mertuanya melawan musuh yang datang dari Kerajaan Siantar.
Pada masa berikutnya, di Kerajaan Purba dengan rajanya bermarga Purba Pakpak terjadi suatu kemalangan di mana permaisurinya melahirkan seorang putera, namun ternyata kelahirannya membawa kemalangan bagi keluarga kerajaan yang disebut dengan Anak Panunda. Oleh raja lalu diperintahkan bunuh! Tetapi Datu Bolon menolak perintah raja, diam-diam dia berpura-pura memenuhi perintah raja pergi ke Raja Berneh di kampung marga Karo-karo Kaban dekat Raya Berastagi. Di ladang marga Karo-karo Kaban ini diletakkan Anak Panunda di dalam keranjang dengan tulisan dalam bambu kecil menyebut bahwa anak ini adalah anak Raja Purba di Simalungun! Oleh marga Kaban anak itu diangkat menjadi anaknya kebetulan dia tidak punya anak laki-laki.
Ayah angkatnya Karokaro Kaban lalu memberikannya tanah sebagai tempat tinggal di arah hilir yang kemudian ia namakan Kaban Jahe. Di tempat tersebut ia pun mengembangkan keturunan serta menggabungkan diri ke dalam marga Karokaro dan jadilah marga Karokaro Purba seperti sekarang. Turunannya adalah Sibayak Pa Pelita yang terkenal itu, yang semasa hidupnya masih sering berkunjung ke Pamatang Purba, namun akhirnya kawin dengan boru Purba Pakpak pula turangnya sendiri.
Demikianlah riwayat singkat munculnya marga Tarigan dan Karokaro Purba di tanah Karo. Terima kasih (kitakalakkaro)