Batakpedia.org-Danau Toba merupakan danau kaldera terbesar di dunia yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, berjarak 176 km ke arah Barat Kota Medan. Danau merupakan danau terluas di Indonesia (90 x 30 km2) dan juga merupakan sebuah kaldera volkano-tektonik (kawah gunungapi raksasa) Kuarter terbesar di dunia. Kaldera ini terbentuk oleh proses amblasan (collapse) pasca erupsi supervolcano gunung api Toba Purba, kemudian terisi oleh air hujan.
Konservasi
Konservasi, secara harfiah berasal dari bahasa Inggris, conversation yang artinya pelestarian atau perlindungan. Menurut KBBI, kata konservasi diartikan sebagai pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan, pengawetan, pelestarian. Sedangkan menurut ilmu lingkungan, konservasi adalah upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi.
Salah satu kawasan yang kini menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah pusat adalah kawasan Danau Toba. Adanya keinginan keras dari Pemerintah Pusat menggenjot sektor pariwisata di kawasan Danau Toba, menjadikan kawasan ini wajib dan harus dikonservasi. Sering terjadinya kebakaran hutan, penggundulan hutan secara sengaja, atau pencemaran air Danau Toba, menjadikan pemerintah bertekad untuk segera melakukan konservasi di dalam kawasan ini sehingga layak menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) andalan Indonesia setelah Bali dan Lombok.
Ekosistem kawasan Danau Toba memiliki nilai ekologi, sosial-budaya, dan ekonomi bagi kehidupan manusia, serta memiliki keterkaitan ekologis yang tidak terpisahkan dengan ekosistem kawasan sekitarnya. Sungai Asahan sebagai penyumbang terbesar debit air bagi Danau Toba, belakangan ini mengalami berbagai tekanan, baik yang disebabkan oleh faktor alamiah maupun yang disebabkan oleh beragam aktivitas manusia yang kurang mengindahkan prinsip-prinsip kelestarian ekosistem.
Warisan Budaya
Seiring dengan perjalanan panjangnya, geopark Kaldera Toba yang merupakan hasil dari peritiwa letusan Gunung Toba pada akhirnya turut membentuk suatu budaya yang tertatan secara alamiah dan turun temurun. Budaya yang dihasilkan merupakan budaya yang dihasilkan oleh manusia modern dimasa lalu dan budaya masa lalu yang ditatan oleh manusia sebelumnya sebagai manusia prasejarah.
1. Geoarea Kaldera Porsea
a. Geoarea Balige
Parmalim
Upacara Keagamaan Parmalim di Kaldera Rim Balige
Menurut pemaparan (Horsting, 1914; Tichelman, 1937; Helbing, 1935) bahwa parmalim merupakan suatu budaya dan agama yang dibawa oleh datu yang bernama Guru Somaliang yang bermarga Pardede. Guru Somaliang Pardede ini mempunyai hubungan yang erat dengan Sisingamangaraja XII.
Mereka para penganut kepercayaan Parmalim ini meyakini bahwa ‘debata mula jadi nabolon’ adalah Tuhan yang telah menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya yang harus selalu disembah. Bagi umat parmalim terdapat dua ritual besar yang diperingati setiap tahunnya. Parningotan Hatutubu ni Tuhan atau Sipaha Sada merupakan peringatan yang diselenggarakan di awal tahun baru dalam perhitungan kalender batak yang biasanya jatuh pada awal maret. Peringatan lainya adalah Pemeleon Bolon atau disebut juga dengan Sipaha Lima. Peringatan Sipaha Lima biasanya diadakan pada bulan Juni atau Juli yang dalam perhitungan kalender batak merupakan bulan kelima. Tujuannya adalah sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang telah mereka dapatkan sekaligus juga sebagai kesempatan bersedekah yang hasilnya digunakan untuk warga yang memang benar-benar membutuhkan.
Penganut Parmalim Larut Dalam Upacara Sipaha Lima
Dalam pelaksanaan ritual kepercayaan parmalim ini, mereka menggunakan rumah ibadah yang dinamakan Bale Parsaktian yang terdapat sebanyak 4 (empat) buah di Kabupaten Samosir: dua terdapat di Kecamatan, satu di Kecamatan Palipi dan satu berada di Kecamatan Tomok. Uniknya dalam ritual parmalim ini duduk antara perempuan dan laki-laki dipisahkan, tidak bercampur. Para penganut parmalim ini tidak memakan daging babi, daging anjing maupun darah.
Legenda Batu Basiha
Batu Basiha
Legenda ini merupakan cerita rakyat yang hidup di desa Aek Bolon Kecamatan Balige. Konon ceritanya Batu Basiha adalah seperangkat kayu bahan bangunan yang akan digunakan untuk mendirikan satu rumah ada batak. Namun tiba-tiba kayu tersebut disambar oleh petir sehingga berubah menjadi batu.
Tortor Sipitu Cawan
Tortor Sipitu Cawan
Tortor sipitu cawan merupakan salah satu tortor batak atau batak dance yang telah terkenal diseantero nusantara. Bahkan tarian ini sudah terdengar dan terkenal secara mendunia. Tortor ini memperlihatkan ragam makna yang dilukiskan dalam keindahan gerak tariannya. Berdasarkan legenda yang ada dan berkembang di masyarakat batak, tortor sipitu cawan ini konon bermula dari adanya mimpi raja batak yang merupakan keturunan Guru Tatea Bulan yang berdiam di Pusuk Buhit. Dalam mimpinya dia melihat bahwa pusuk buhit sebagai tempat keturunan raja batak pertama akan runtuh. Kemudian sang raja menceritakan mimpinya kepada para pengawal setianya dan ahli nujum kerajaan. Menurut sang ahli nujum harus diadakan pembersihan desa dari pengaruh buruk. Maka selanjutnya sang raja memerintahkan diadakan pembersihan desa secara ritual melalui tortor yang dilaksanakan oleh tujuh gadis yang masing-masing penari membawakan 7 (tujuh) cawan berisi air jeruk purut.
Secara eksotis, tarian atau tortor sipitu cawan ini memiliki tingkat kerumitan yang cukup tinggi, sehingga tortor ini hanya digelar pada upacara-upacara tertentu saja seperti pada saat pengukuhan seorang raja.
Tortor batak diiringi oleh alat musik tradisional batak yang sudah terkenal yang menghasilkan nada yang harmonis yang indah untuk di nikmati. Tagading atau biasa disebut juga tatagading (single headed braced drum) adalah alah musik gendang tradisional batak yang terdiri dari enam buah gendang yang menghasilkan nada yang berbeda-beda. Alat musik tagading ini dimainkan oleh dua orang dengan menggunakan stik pemukul.
Gendang yang besar ukurannya atau biasa disebut gordang oleh masyarakat batak berfungsi sebagai instrumen ritmikal. Sedangkan gendang lainnya yang berjumlah lima buah berfungsi sebagai instrumen melodik. Untuk memperindah nada yang dihasilkan tagading ini juga diiringin alat musik tradisional batak lainnya seperti sarune (dobule reeds oboe), empat buah ogung (suspended gongs) yang terdiri dari ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora dan ogung doal serta sebuah hesek (idiophone). Tagading merupakan salah satu kebudayaan dan kekayaan budaya batak sebagai drum yang memiliki melodi. Jenis drum yang memiliki melodi hanya terdapat di tiga negara, yakni Myanmar, Uganda dan Indonesia dengan tagading batak.
Jenis Alat Musik Tradisional Batak (Tagading)
b. Geoarea Parapat (Kabupaten Simalungun)
Batu Gantung Parapat – Danau Toba
Batu gantung yang terletak di Parapat Danau Toba ini merupakan salah satu objek wisata yang selalu ditawarkan kepada wisatawan yang berkunjung ke Parapat. Batu gantung ini terletak salah satu dinding sekitar Danau Toba yang cukup curam dan terjang. Namun batu gantung ini dapat dilihat dan dinikmati dengan menyisiri pinggiran Danau Toba menggunakan boat yang tersedia. Tentu saja dengan membayar biaya perjalanan yang cukup terjangkau.
Menurut cerita rakyat yang berkembang di sana, alkisah batu gantung ini merupakan jelmaan seorang wanita batak toba yang sedang dirundung kegalauan antara menuruti kata hatinya atau menuruti kehendak kedua orang tua sebagai baktinya. Konon sang wanita ini yang telah memiliki seorang kekasih hati, tiba-tiba dijodohkan kedua orangtuanya kepada seorang lelaki yang masih sepupunya. Di tengah kebimbangannya ini lantas sang wanita tersebut pergi ke pinggiran danau toba berusaha untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Sebelum hal itu terjadi, secara tiba-tiba dan disadari, sang wanita ini justru terperosok ke dalam sebuah lubang batu yang sangat gelap sekali. Kemudian sang wanita tersebut berteriak sembari mengucapkan ‘parapat…parapat batu…parapat’. Tiba-tiba batu tersebut bergerak dan merapat. Akhirnya bagian bawah batu itu berpatahan dan berjatuhan ke dalam Danau Toba, sementara batu yang dipercaya masyarakat toba merupakan jelmaan sang wanita menggantung sehingga terkenal dengan sebutan batu gantung.
2. Geoarea Kaldera Haranggaol
a. Geoarea Tongging, Kabupaten Karo
Panorama Tongging
Kehidupan masyarakat karo memiliki tatanan yang padu serasi sejak dahulu yang dikenal dengan sebutan ‘Merga Silima’. Namun di daerah Tongging, berkumpul dan hidup bersama masyarakat dengan suku budaya yang terbilang heterogen yang terdiri dari suku karo, simalungun, batak toba dan pakpak atau dairi. Meskipun tatanan masyarakat di daerah Tongging ini didiami beberapa suku sebagaimana telah dijalesakan tadi, kehidupan bermasyarakat di daerah Tongging terbilang cukup indah dan harmonis. Mereka memadu selaraskan masing-masing budaya menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi dengan menghargai masing-masing perbedaan yang ada. Sehingga tidak mengherankan jika dalam acara budaya pesta menggunakan tortor sementara dalam budaya perkawinan mereka menggunakan budaya adat karo. Keindahan panorama yang disajikan di Geoarea Tongging ini seakan melengkapi keharmonisan kehidupan masyarakatnya dan menambah kesejukan sejauh pandangan mata memandang. Ditambah lagi dengan keindahan air terjun sipisopiso yang sudah cukup terkenal, seakan turut memberikan kesejukan dengan pancaran airnya yang jernih.
Air Terjun Sipisopiso
Wanita Karo Menari dengan Pakaian Adatnya
b. Geoarea Haranggaol, Kabupaten Simalungun
Tarian dalam Pesta Rondang Bintang (https://life.108jakarta.com)
Pesta Rondang Bintang atau pesta panen merupakan suatu budaya yang berlaku di suku simalungun yang berada di daerah Haranggaol. Budaya ini merupakan bentuk manifestasi perwujudan ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan panen yang didapatkan.
c. Geoarea Silalahi, Kabupaten Dairi
Batu Sigadap
Batu Sigadap
Di kawasan geoarea Silalahi ini terdapat batu pengadilan atau yang biasa disebut dengan batu sigadap. Batu ini terdiri dari dua buah batu, dimana salah satu batunya berada dengan posisi rebah di tanah. Batu inilah yang disebut dengan nama batu sigadap. Sedangkan batu yang satunya berada dengan posisi berdiri atau vertikal, disebut juga dengan batu sijonjong. Batu ini berdimensi panjang 50 centimeter dengan diameter sekitar 15 centimeter.
Pada zaman dahulu kala, batu ini merupakan mahkamah pengadilan yang digunakan oleh Raja Silahi Sabungan dalam mengadili suatu perkara yang terjadi dimasyarakat. Ketika terjadi pertikaian dalam kepemilikan tanah antara orang yang mengaku memiliki tanah padahal pemilik sebelumnya masih ada, maka pihak yang bertikai tersebut dibawa ke batu ini dan siapa yang benar akan terbukti. Mereka yang bertikai kemudian diminta untuk bersumpah dan mengatakan hal yang sebenarnya. Bagi siapa yang berdusta maka kebenaran akan muncul, sebab yang berbohong akan jatuh (gadap) dan meninggal dunia. Sedangkan bagi yang benar dia akan tetap berdiri (jonjong) dan tidak terjadi apa-apa padanya. Batu ini terletak di daerah Sidabariba Toruan Desa Silalahi I.
Batu ini dipercayai masyarakat sekitar sebagai batu keramat yang memiliki kekuatan mistik. Apabila terjadi suatu perselisihan dan mereka ingin membuktikan siapa yang benar, maka orang yang berselisih tadi dibawa ke batu sigadap ini. Seseorang yang berani meletakkan sirih di kedua batu ini dan ingin mengetahui kebenaran atas perselihan yang mereka perselisihkan, maka apabila dia benar akan selamat seperti batu yang berdiri, namun apabilan dia bersalah akan gadap alias mati.
Aek Sipaulak Hosa
Aek Sipaulak Hosa
Aek dalam bahasa batak mengandung arti sebagai air. Air merupakan sumber utama kehidupan makhluk yang ada di dunia ini. Tanpa adanya air maka makhluk hidup yang ada akan sulit untuk berjuang dan bertahan hidup. Dari segi bahasa, aek sipaulak hosa mengandung makna sebagai air pelepas dahaga.
Lokasi Aek Sipaulak Hosa ini berada di perbukitan desa Silalahi. Menurut cerita rakyat yang berkembang (dalam bahasa batak: turi-turian), aek sipaulak hosa ini bermula dari adanya permohonan yang disampaikan oleh raja silahisabungan kepada debata mula jadi nabolon (Tuhan) karena sang istri raja yang bernama Pinggan Matio boru Padangbatanghari merasakan haus serta letih yang sangat melelahkan sembari menancapkan tongkatnya ke batu. Seketika air memancar dan langsung diminum oleh istri sang raja. Setelah meminum air tersebut, istri sang raja berkata ‘mulak do hape hosa loja’ yang artinya rasa haus dan letih telah hilang. Sejak itulah air tersebut dinamakan sebagai aek sipaulak hosa.
3. Geoarea Kaldera Sibandang
a. Geoarea Muara, Kabupaten Tapanuli Utara
Ulos
Ulos Batak
Masyarakat batak terkenal dengan salah satu perangkat busana adatnya yang dinamakan dengan kain ulos atau biasa disebut dengan ulos. Ulos sendiri memiliki arti sebagai kain dan secara turun temurun dibuat dan dilestarikan oleh masyarakat batak. Ulos batak terdiri dari beberapa warna seperti hitam, putih dan merah serta kombinasinya. Masing-masing ulos dengan warna ciri khasnya memiliki makna dan arti tersendiri. Meskipun di zaman yang modern ini pembuatan ulos sudah banyak yang menggunakan mesin, namun di Muara masih dapat dijumpai pengrajin ulos batak yang proses pembuatannya secara tradisional dengan sistem pewarnaan yang masih menggunakan bahan baku alami yang didapat dari alam sekitar.
Pewarnaan Ulos di Muara Yang Masih Menggunakan Bahan Alami
Selain itu, di geoarea Sibandang ini juga terkenal buah mangganya. Biasanya sekali dalam setahun, antara bulan november dan desember diadakan pesta mangga di Pulau Sibandang, karena dibulan tersebut merupakan musim panen buah mangga, sejenis mangga udang yang terkenal dengan buahnya yang ranum dan manis. Tak heran jika Pulau Sibandangi ini disebut sebagai pulau mangga, karena rata-rata penduduk di pulau ini memiliki kebun mangga masing-masing.
b. Geoarea Bakkara, Kabupaten Humbang Hasundutan
Batu hundul-hundulan
Batu hundul-hundulan (https://dinaspariwisatahumbanghasundutan.blogspot.co.id)
Di desa Sinambela Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang Hasundutan terdapat sebuah batu yang dikenal dengan sebutan batu hundul-hundulan yang konon menurut riwayat dari masyarakat batak dipercaya pernah digunakan oleh Raja Sisingamangaraja sebagai tempat duduknya sewaktu beristirahat. Menurut beberapa tulisan ada yang menduga bahwa Raja Sisingamangaraja ini beragama Islam. Beberapa bukti yang mendekati kebenaran ini seperti, salah satu pengawal daripada Raja Sisingamangaraja XII adalah seorang muslim yang berasal dari Kerajaan Aceh yang sampai akhir hayatnya tetap berada di tanah batak mendampingin Raja Sisingamangaraja XII. Kemudian juga perawakan Raja Sisingamangaraja XII yang memelihara jenggot sebagaimana kaum muslimin pada umumnya. Raja Sisingamangaraja XII juga tidak memakan makanan yang diharamkan dalam Islam. Dan apabilan kita perhatikan, bahwa perlawanan yang dilakukan pahlawan terdahulu terhadap belanda dilakukan oleh umat islam secara umum, sebab ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kaum kafir yang ingin menjajah di tanah air kita ini. Pangeran Antasari, Tuanku Imam Bonjol, Pattimura dan lain sebagainya merupakan pejuang Islam yang menentang penjajajahan. Untuk hal ini silahkan kita mencari kilas baliknya dan merenungkannya.
Marpangir (Aek Sipangolu)
Aek Sipangolu
Aek Sipangolu adalah air yang keluar dari rekahan pada tuff toba terlaskan yang membentuk air terjun. Dari segi bahasa, aek sipangolu ini bermakna sebagai air kehidupan atau air yang menghidupkan.
Aek Sipangolu (https://dinaspariwisatahumbanghasundutan.blogspot.co.id)
Menurut cerita rakyat, aek sipangolu ini berasal dari kesaktian Raja Sisingamangaraja, dimana Raja Sisingamangaraja selalu berkunjung ke rumah namborunya di Panduaman Baktiraja dengan menunggangi seekor kuda yang bernama Gajah Putih. Suatu hari saat Raja Sisingamangaraja dalam perjalanan dari rumah namborunya, ditengah perjalanan beliau merasakan haus. Sementara sumber air tidak ada dan air Danau Toba berada jauh. Kemudian Raja Sisingamangaraja menancapkan tongkatnya ke batu cadas dan keluar air yang memancar dari sela-sela batu cadas tersebut. Air tersebut langsung diminum dengan mulut Raja Sisingamangaraja sehingga air dinamakan juga dengan aek bibir. Mata air yang berada di puncak bukit ini terus mengalir menjadi sebuah sungai kecil yang bermuara sampai ke Danau Toba.
Aek Sipangolu ini terletak di Desa Simangulampe Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan. Air ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti kusta dan penyakit kulit lainnya. Karena khasiat aek bibir ini yang mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit maka berubahlah namanya menjadi aek sipangolu.
4. Geoarea Updoming Samosir
Mitos Siboru Deak Parujar
Bagi masyarakat batak mitos siboru deak parujar sudah tidak asing terdengar. Mitos ini menceritakan dari mana asal muasal bangsa batak. Mitos Siboru Deak Parujar merupakan syair menceritakan bahwa Siboru Deak Parujar tak lain adalah putri Batara Guru yang merupakan salah satu aspek Mulajadi Nabolon, sebagai Trimurti. Siboru Deak Parujar itu dilangit dikenal sebagai ahli tenun yang baik yang memiliki gelar Sipartonun Nautusan (maha ahli tenun). Seiring berjalannya waktu, Siboru Deak Parujar beranjak dewasa menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Sang Batara Guru mempunyai niat untuk mencalonkan Siboru Deak Parujar menjadi istri putera Mangalabulan yang tidak lain juga merupakan aspek lain dari Trimurti. Melihat putra Mangalabulan yang buruk rupa dan menjijikkan, maka Siboru Deak Parujar menolak keinginan sang Batara Guru. Inilah penolakan atau pembangkangan yang terjadi pertama kalinya yang dilakukan seorang anak kepada sang Bapak di bangsa batak. Karena Siboru Deak Parujar merasa tidak sanggup untuk memenuhi permintaan sang Bapak, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari langit dan turun ke bumi.
Rumah Adat Batak
Kisah ini dapat dilihat dan dibaca di Pustaha Batak atau Kitab Bangsa Batak yang menceritakan bagaimana asal muasal lahirnya dan terbentuknya bangsa batak. Namun menurut analisa penulis sendiri, ini hanyalah cerita fiktif yang juga banyak berkembang dan terjadi di suku lainnya di nusantara bahkan di dunia. Bagi kita umat yang beragama Islam, telah kita ketahui bersama bahwa manusia pertama yang diturunkan ke bumi adalah Nabi Adam a.s yang akhirnya bertemu dengan istrinya Siti Hawa karena mereka diusir dari surga Allah swt sebagai hukuman dari ketidakpatuhanya. Keturunan Nabi Adam a.s. dan Siti Hawa kemudian berkembang dan menyebar mengisi seluruh bumi sampai pada akhirnya seperti sekarang ini.
Pusuk Buhit
Pusuk buhit merupakan pemisah dan penyambung antara zaman manusia langit (pardiginjang) atau keturunan Siboru Deak Parujar dengan zaman hajolmaon (kemanusiaan) keturunan si Raja Batak yang membentuk Sianjur Mulamula sebagai paguyuban pertama. Silsilah menceritakan bahwa dalam suatu upacara keagamaan Mulajadi Nabolon turun di Pusuk Buhit lalu menyerahkan dua pustaka (buku kulit kayu). Pustaha pertama disebut Pustaha Agong berisi pedoman kerohanian, kebatinan dan hadatuon (ilmu pengobatan dan magik). Pustaha kedua berisi ajaran tentang pemerintahan.
Situs Makam Raja Sidabutar di Tomok
Makam Raja Sidabutar
Salah satu makam tua yang ada di Tomok adalah makam Raja Ompu Tolu Sidabutar yang telah mempersiapkan makamnya semasa hidupnya. Raja Sidabutar memanggila tukang pahat yang ada di Pulau Samosir dan pembuatan makam ini dimulai dengan upacara khusus. Pembuatan makam ini selanjutnya dilaksanakan dengan petunjuk dari Raja Sidabutar. Di komplek makam ini dapat kita lihat makam raja dan permaisurinya, boru damanik.
Di makam diukir simbol raja dan permaisurinya serta panglima raja. Ukiran kepala yang besar menyimbolkan Raja Sidabutar, sedangkan ukiran kepala yang diujun satunya merupakan simbol dari permasuri raja, boru damanik. Ukiran lelaki yang duduk di bawah ukiran kepala raja adalah panglima Guru Saung Lang Meraji. Menurut cerita, Raja Sidabutar adalah raja yang sakti, dimana kesaktiannya berhubungan dengan rambutnya yang panjang dan gimbal. Sedangkan panglima sang raja, Guru Saung Lang Meraji, berasal dari Pakpak Dairi dan ingin berguru kepada Raja Sidabutar.
Selain itu di komplek makam Raja Ompu Tolu Sidabutar terdapat patung-patung orang kecil yang diletakkan dalam formasi setengah lingkaran. Patung-patung tersebut menggambarkan bawahan raja dalam sebuah acara ritual untuk memanggil hujan dengan iringan musik gondang dengan mengorbankan seekor kerbau yang diletakkan di tengah-tengah formasi para bawahan raja. Sampai saat ini komplek makam Raja Ompu Tolu Sidabutar masih terawat dengan baik yang merupakan salah satu warisan dari zaman batu atau megalitikum yang pernah ada di geoarea up dorming Samosir. (end) (gpswisataindonesia)