“Empat sampai lima kali kejadian (penyerangan Harimau Sumatera) tahun ini, tapi yang memakan korban warga dua yang terakhir ini, sebelumnya menerkam ternak,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara (Sumut) Hotmauli Sianturi, Senin (27/5/2019).
Hotmauli menjelaskan, konflik hewan buas dan warga ditengarai ada beberapa faktor, di antaranya soal perdagangan hewan langka yang kulit atau organ lainnya diperdagangkan, atau murni perebutan lahan atau pakan.
Dengan banyaknya kasus yang sudah terjadi, populasi Harimau Sumatera semakin berkurang. Hotmauli memperkirakan ada sekira 35 lagi Harimau Sumatera yang ada di Sumut.
“Kita tidak bisa hitung satu persatu. Ini masih perkiraan, kita ada metode untuk menghitungnya,” lanjutnya.
Dia menjelaskan, puluhan ekor harimau tersebut tersebar di beberapa wilayah di Sumatera Utara, seperti Kawasan Suaka Margasatwa, Desa Barumun, masih ada 8 ekor. “Ini yang berbatasan dengan kawasan yang dua kasus konflik terakhir,” tambahnya.
“Padanglawas dan sekitarnya minimal ada 5 ekor, Batangtoru daerah Tapanuli Utaranya minimal 6 ekor, Mandailing Natal minimal ekor, Asahan/Labuhanbatu Utara minimal 5 ekor, Toba Samosir minimal 2, Langkat 1 ekor ini wilayah yang perbatasan dengan TN Gunung Leuser dan dan Simalungun minimal 2 ekor,” katanya. (jpnn)