VIVAnews — Dalam bahasa Batak, gorga berarti corak. Ia dijadikan motif ulos hingga ukiran di rumah-rumah adat dan alat kesenian.
Tak hanya sekedar interpretasi leluhur terhadap alam dan kekuatan di sekelilingnya, hasil ekspedisi dan penelitian Bandung Fe Institute dan Indonesian Archipelago Cultural Initiatives mengungkap dimensi fraktal, atau geometri modern dalam Gorga Batak.
Temuan didapat dalam ekspedisi Gorga Batak yang dilakukan oleh tim Gerakan Sejuta Data Budaya (GSDB) pada 9-22 Juli 2012. Sebelumnya tim ini telah menghasilkan 30 riset data artefak kebudayaan Indonesia, antara lain batik fraktal, evolusi batik, mekanika statistika lagu tradisional, studi komputasional candi sampai kajian graph struktur birokrasi kerajaan tradisional nusantara.
Dalam corak ukiran Batak, tim menyimpulkan bahwa Gorga Batak memiliki dimensi fraktal pada selang 1.4 hingga 1.6. Ini berarti Gorga Batak berada di antara dimensi garis dan bidang dua dimensi. Fraktal merupakan sebuah konsep geometri kontemporer, yang baru berkembang beberapa dekade terakhir dalam studi matematika. Pendekatan ini dipelopori oleh Matematikawan Perancis, Benoit Mandelbrot (1924-2010).
“Kami berhasil mendata motif ukiran yang sudah berusia ratusan tahun, dan juga ukiran yang telah teralkuturasi dengan budaya lain,” jelas Vande Leonardo, anggota Tim Ekspedisi yang juga Manajer Humas Bandung Fe Institute kepada VIVAnews, Senin 5 November 2012.
Vande menyebutkan motif ukiran yang asli bisa dideteksi dengan usia yang tua. Dan motif ukiran berusia tua semuanya bermotif sulur-suluran. Sulur-suluran sendiri merupakan, sejenis bentuk dan pola memutar, dari deretan bentuk-bentuk melingkar konsentris, yang menjadi landasan dekorasi ornamental yang mengekspresikan bentuk-bentuk muka atau wajah, beberapa dikatakan mengambil bentuk singa dan naga.
Namun, ia mengaku timnya keheranan karena semua bangunan yang ditemui tidak memiliki motif sulur-suluran (pepohonan merambat) yang sama.
“Semuanya berbeda, variasi sulur-suluran Gorga Batak tak pernah sama dan sebangun satu sama lain, dan kita tahu, detail dari bentuk-bentukkompleks tersebut muncul dari peradaban tua yang tak mengenal perangkat geometri modern seperti yang kita ketahui saat ini,” ujarnya.
Salah satu keunikan motif gorga tersebut yaitu motif ukiran mengikuti skema pohon merambat dan skema tersebut hampir terdapat dalam beberapa ukiran bangunan pada kebudayaan di Lombok, Jawa Papua maupun Toraja.
“Seolah-olah nenek moyang kita mengambil suluran sebagai bentuk ornamen dan seolah -olah seperti bersepakat, padahal nggak ada konsesus untuk membuat ornamen dari pohon kehidupan. Entah kenapa punya gambaran yang sama atas pohon kehidupan,” katanya.
Motif Canggih
Temuan tersebut juga melahirkan pertanyaan bagi Vande yaitu bagaimana nenek moyang dahulu membuat motif tanpa alat ukur yang canggih seperti saat ini.
“Pembuatan ukiran tersebut juga berkecenderungan bagaimana bikin ukiran, tapi jangan sampai orang lain mengetahui cara memulainya, semua bidang nggak ada ruang kosong,” ujar Vande.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam membuat motif ukiran ternyata para leluhur cuma mengikuti pola sederhana geometri sistem L.
Teknik pembuatan Gorga Batak kemudian dieksplorasi lebih jauh dengan menggunakan pendekatan Sistem-L, yang rintis oleh biolog Hunggaria, Astrid Lindenmayer (1925-1989). Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan tanam-tanaman multi-selular.
Sistem L dapat dilihat sebagai geometri kura-kura. Saat kura-kura berjalan di sebuah bidang terbatas dengan aturan-aturan tertentu, jejak langkahnya memberi bentuk sulur, menggambarkan pepohonan tumbuh. Sistem L ini juga diadopsi dalam animasi game sederhana.
Penelitian juga menemukan tiga aturan sederhana geometri kura-kura yang kemudian melahirkan bentuk-bentuk yang memiliki similaritas dengan Gorga Batak ini.
“Gorga Batak, rupanya merupakan sebuah seni generatif, dengan aturan sederhana variasi dan bentuk estetika visual dihasilkan, Teknologi mengajarkan, aturan-aturan geometris sederhana ini bisa kita tumbuhkan di komputer dan kini kami memiliki simulator gorga, Gorga Batak kami tumbuhkan secara komputasional,” tambah Vande. (ren)
sipeop na godang ndang marlobi-lobi, si peop na otik ndang hurangan.
BATAKPEDIA