Batakpedia.org– Kementerian Pariwisata memperkuat storytelling Sisingamangaraja melalui Bimtek Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Wisata Sejarah dan Warisan Budaya Kemenpar.
Untuk memperkuat Bimtek, dilakukan eksplorasi di beberapa spot. Hal ini dilakukan karena Raja Sisingamangaraja meninggalkan beberapa artefak. Salah satu yang menarik keberadaannya adalah situs berupa Kitab Aksara Batak di Istana Sisingamangaraja.
“Sisingamangaraja orang sakti. Dia sudah mengetahui banyak hal sebelum kebanyakan orang tahu. Pasti ada Bundel Bakkara atau arsip menyangkut kerajaan. Tapi, tidak ada yang tahu letaknya. Kami sudah mencarinya. Terkait Sisingamangaraja XII juga masih menyisakan misteri, terutama di akhir hayatnya,” ungkap Juru Kunci Istana Sisingamangaraja, Markoni Sinambela, Kamis (12/9).
1. Sosok Sisingamangaraja tergambarkan lewat Kitab Aksara Batak
Kawasan Istana Sisingamangaraja, Lumban Raja, Baktiraja, Humbang Hasundutan, memang menyimpan banyak cerita. Figur Sisingamangaraja dan sistem kemasyarakatannya tergambar melalui Kitab Aksara Batak. Baris pertamanya tertulis ‘parsombaon sulu sulu, parbatu siungkapungkapon’. Artinya, ada batu sikapo kapon yang menjadi rujukan petani dalam bercocok tanam padi.
2. Terdapat kearifan lokal besar dalam pertanian Bakkara
Sebelum menanam padi, dilakukan ritual pada batu sikapo kapon. Masyarakat di sana akan memotong kambing putih. Darahnya lalu diletakkan pada lubang batu tersebut. Setelah 3 hari, akan muncul semut di sana. Bila yang terlihat semut hitam, benih padi beras putih yang ditanam. Kalau semut merah, maka benih yang ditebar padi merah.
“Seandainya ada semut hitam dan merah, maka padi yang ditanam campuran keduanya. Aturannya itu memang begitu. Tradisi tersebut harus dijalankan, apalagi turun-temurun. Kitab Aksara Batak salah satu acuan. Di situ saja terlihat bagaimana harmoni diciptakan Sisingamangaraja. Seperti apa pribadinya juga dijelaskan,” tutur Markoni lagi.
3. Penafsiran ‘parhoda silitong parlage hamasan’ dan ‘parbale pasogit bale partonggoan’
Baris berikutnya kitab ini tertulis ‘parhoda silitong parlage hamasan’. Penafsirannya, memiliki kuda dan tikarnya sendiri. Lalu dilanjutkan, ‘parbale pasogit bale partonggoan’. Artinya, Sisingamangaraja punya rumah untuk bersemedi dan beroa kepada Tuhannya. Di situ juga menyingkap Sisingamangaraja sebagai penganut Parmalim. Ciri khasnya, mereka tidak memakan daging babi dan hewan lain yang dilarang.
4. Destinasi Bakkara membangun image melalui storytelling tentang alam hingga agrowisatanya
Ada juga baris ‘piso gajah dompak piso solam debata’. Baris ini bercerita suksesi kekuasaan dengan cara mencabut pusaka berupa piso gajah dompak tersebut. Proses suksesi terhenti di Sisingamangaraja XII. Sebab, piso gajah dompak keberadaan tidak ada di Bakkara. Jadi, tidak ada yang bisa dibuktikan siapa penerus trah Sisingamangaraja. Dinasti Sisingamangaraja sudah memerintah pada 1530-1907.
“Storytelling Bakkara dengan Sisingamangaraja sangat menarik. Ada banyak nilai yang bisa dipelajari di situ. Kawasan destinasi Bakkara memang bisa membangun image melalui storytelling menyangkut alam, budaya, sejarah, hingga agrowisatanya. Sebab, wilayah tersebut juga terkenal penghasil bawang, padi, dan hasil pertanian lainnya,” kata Inspire Robert Moningka.
5. Fungsi bangunan Sopo Bolon, Ruma Parsaktian, Sopo Godang, hingga Ruma Bolon
Sebagai penutup, baris terakhir Kitab Aksara Batak pun tertulis kata ‘parbale padok bale paradatan bale parahoman’. Kalimat tersebut mengacu bangunan yang ada di kompleks istana. Ada Sopo Bolon, Ruma Parsaktian, Sopo Godang, hingga Ruma Bolon. Sopo Bolon berfungsi menyimpan peralatan pertanian dan hasil buminya. Sedangkan, raja dan keluarganya tinggal di Ruma Parsaktian. Sopo Godang menjadi sanggar seni dan budaya. Mereka juga mengembangkan kemampuan kerajinan tangannya, sekaligus media silaturahmi muda-mudinya. Adapun Ruma Bolon jadi tempat pertemuan dan menerima tamu kerajaan. Kawasan istana pun memiliki Bendera Sisingamangaraja dengan 3 elemen, seperti posi gajah dompak, manodange portigon (bintang), dan manodange dunia (bulan).
“Sepak terjang Sisingamangaraja luar biasa, terutama dalam upaya mengusir penjajah. Bakkara punya story yang lengkap dan beberapa terhubung langsung dengan figur Sisingamangaraja. Ke semuanya ini tentu menjadi daya tarik dan potensi yang luar biasa,” papar Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar, Ni Wayan Giri Adnyani.
6. Adanya Aek Sipangolu sebagai sumber mata air
Tokoh sentral Sisingamangaraja juga terhubung dengan Aek Sipangolu. Lokasinya ada di Simangulampe, Baktiraja. Destinasi berupa sumber mata air konon muncul karena tongkat dari Sisingamangaraja. Setelah melakukan perjalanan, gajah yang ditunggangi Sisingamangaraja kehausan. Lalu, dia pun berdoa kepada Mulajadi Na Bolon dan menancapkan tongkatnya. Begitu tongkat dicabut, keluar mata air. Air tersebut pun dipercaya bisa menyembuhkan beragam penyakit.
“Bakkara dan Sisingamangaraja menjadi paket storytelling menarik. Kami yakin, cerita yang dibangun bisa menarik kunjungan wisatawan dalam jumlah besar,” tegas Asisten Deputi Pengembangan Wisata Budaya Kemenpar, Oneng Setya Harini, diamini Kabag Wisata Sejarah dan Warisan Budaya Kemenpar, Anna Sunarti.
7. Bakkara juga memiliki Tombak Sulu Sulu
Tombak artinya hutan, lalu Sulu Sulu bermakna penerang. Kawasan seluas sekitar 1,5 hektare ini berupa karst dengan usia 250 juta tahun. Pada salah satu sisi tumpukan batu terdapat goa berukuran 2 meter persegi dan tinggi sekitar 2,5 meter. Di dalamnya terdapat batu memanjang. Dan, di sinilah Sisingamangaraja XII dilahirkan. Untuk nama lengkapnya, Raja Tuan Besar Sinambela Opupulobatu Sisingamangaraja XII.
“Bakkara sangatlah menginspirasi. Sebab, ada tokoh besar di sana. Sisingamangaraja sangat luar biasa. Nilai-nilai yang diajarkannya kini masih terpelihara dengan baik. Selain warna budaya dan sejarah, para wisatawan bisa menikmati eksotisnya alam di sana. Semakin menarik, Bakkara punya banyak homestay beragam aktivitas bagi wisatawan,” tutup Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya yang juga Menpar Terbaik ASEAN. (idntimes)