Rabualam pun tak lagi garang seperti orasinya pada 22 Mei 2019 di depan Kantor Bawaslu Sumut yang meminta Jokowi-Ma’ruf Amin didiskualifikasi karena kecurangan selama Piplres.
Pada Jumat (31/5) lalu, Rabualam telah mengenakan kostum oranye tahanan dengan tangan terborgol saat paparan kasusnya di Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Medan.
Katim Sidik Pelanggaran Dugaan Makar Satreskrim Polrestabes Medan, AKP Rafles Marpaung menjelaskan Rabualam ditangkap lantaran telah melakukan penghinaan kepada institusi Polri.
“Dalam orasinya Rabualam mengatakan, di antaranya, polisi PKI, polisi Laknatullah, polisi masuknya menyogok. Pak Tito (Kapolri) dipaksakan Jokowi,” terangnya di hadapan media.
Tak hanya itu, Rabualam juga dianggap sebagai provokator lantaran aksi di depan Gedung DPRD Sumut sempat memanas karena orasinya yang dinilai provokasi.
Kemudian, aksi itu juga berakibat personel Polda Sumut, AKBP Triadi, mendapat luka di bagian tangan karena terkena serpihan botol kaca, karena terjadi pelemparan dari arah massa ke arah petugas yang ada di dalam kantor DPRD Sumut.
AKP Rafles mengatakan Rabualam juga dijerat Pasal 14 UU RI Nomor 1 tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong yang berujung keonaran dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Rabualam juga disangkakan dengan Pasal 160 juncto Pasal 170 KUHPidana tentang penghasutan yang berujung pada keonaran di tengah masyarakat. Lalu Pasal 107 dan atau 110 jo pasal 87 dan atau pasal 207 KUHP tentang tindak pidana makar. “Untuk pidana makarnya maksimalnya bisa pidana mati,” pungkasnya.
Sekadar mengingatkan, kasus ini diawali saat aksi 22 Mei 2019 di depan Kantor Bawaslu Sumut lalu berlanjut di depan gedung DPRD Sumut.
Tak berapa lama, Polda Sumut menetapkan Wakil Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF) Sumut Rafdinal dan Sekretaris GNPF MUI Sumut Zulkarnaen sebagai tersangka. (jpnn)