Batakpedia.org– Bangsa suku Batak banyak menganut agama Kristen dan Islam. Tetapi ada sebuah kepercayaan yang dianut sebagai agama asli suku Batak, yakni Parmalim atau disebut juga Ugamo Malim. Ugamo artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan alam spiritual (ngolu partondion), sementara Malim artinya suci. Dengan demikian, Ugamo Malim adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan alam spritual yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip kesucian.
Agama ini tidak mengenal surga dan neraka. Agama ini hanya percaya kepada Debata Mula Jadi Na Bolon sebagai Tuhannya. Hidup dan mati manusia dalam Parmalin berada pada kuasa Debata Mula Jadi Na Bolon. Mereka juga percaya terhadap keberadaan Arwah-arwah leluhur. Namun belum ada ajaran yang pasti pemberian reward atau punisnhment atas perbuatan baik atau jahat, selain mendapat berkat atau dikutuk menjadi miskin dan tidak punya keturunanan.
Orang Batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon. Dia bertempat tinggal di atas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugas dan kedudukanya. Bagi suku Batak yang menganut ajaran Parmalim, Debeta Mula Jadi Na Balon adalah maha pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta.
Adapun nama Tuhan lain yang sesuai dengan tugas dan kedudukannya tadi, yaitu Siloan Na Balom yang berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa, penganut Parmalim Batak mengenal tiga konsep. Pertama, Tondi yakni jiwa atau roh. Kedua, Sahala yakni jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Ketiga, Begu yakni tondinya orang yang sudah mati. Mereka juga percaya atas kekuatan sakti dari jimat yang disebut Tongkal.
Sejak dahulu kala terdapat beberapa kelompok Parmalim. Tetapi kelompok terbesar adalah kelompok Malim yang berpusat di Huta Tinggi, Toba Samosir. Hari Raya utama Parmalim disebut Si Pahasada yang dilaksanakan pada bulan Pertama, serta Si Pahalima yang dilaksanakan pada bulan Kelima dalam Kalender Batak. Upacara ini secara meriah dirayakan di kompleks Parmalim di Huta Tinggi.
Penganut Parmalim yang disebut dengan Umat Ugamo Malim menyembah Debata Mula Jadi Na Balon. Setiap setahun sekali mereka melakukan ritual keagamaan yang amat sakral, yakni Pamaleaon Bolon Sipaha Lima di Huta Tinggi. Ritual ini dilaksanakan sebagai tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Pencipta Mula Jadi Na Bolon atas apa yang telah diberikan. Meraka melakukan Upacara Bius dengan persembahan kerbau yang disebut Horbo Santi atau Horbo Bius.
Kepercayaan ini mengharamkan penganutnya memakan babi, anjing, maupun darah. Menyantap makanan dari rumah keluarga yang tengah berduka (meninggal dunia) juga diharamkan. Kepercayaan ini juga mengharuskan penganutnya menyanyi seisi alam, yakni sesama manusia, hewan, dan tumbuhan.
Rumah ibadah Parmalim adalah Bale Pasogit. Tempat ini dianggap oleh mereka sebagai tempat yang suci dan sakral. Bale Pasogit terdiri dari empat bangunan utama yakni Bale Partonggoan (balai doa), Bale Parpitaan (balai sakral), Bale Pangaminan (balai pertemuan), dan Bale Parhobasan (balai pekerjaan dapur)
Terdapat tiga pribadi leluhur di tanah Batak yang dianggap sebagai Malim, yaitu yakni Raja Uti, Simarimbulubosi dan Raja Sisingamangaraja XII. Raja Sisingamangaraja ini dianggap oleh penganut Parmalim sebagai nabi atau rasul Tuhan yang bertugas menyebarkan patik dan ajaran hamalimon dari Mulajadi Nabolon. Raja Sisingamangaraja kala itu menolak kolonialisme Belanda, dan mengajarkan tentang sebuah perjuangan.
Adapun kitab suci yang dimiliki Ugamo Malim adalah Pustaha Habonaron yang berfungsi sebagai pengatur dan tata laku manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia. Kitab ini sebagai panutan manusia, juga sebagai nilai dalam menjalankan prinsip-prinsip kesucian. Kitab ini bersendikan pada Mar Patik sebagai bagian dari Si Sia-Sia Ni Habatahon.
Dalam kepercayaan ini, pemimpin agamanya disebut Ihutan Bolon. Sementara penganutnya disebut ras, dan orang yang mewakili penganut dari setiap daerah disebut Ulupunguan. Ihutan bertanggung jawab atas pelaksanaan upacara keagamaan. Dia memimpin doa ritus atau disebut juga dengan tonggo-tonggo dalam upacara keagamaan Parmalim. Dalam sabda Tuham Parmalim pada upacara tersebut, Ihutan menyampaikan bahwa bila manusia ingin berhubungan dengan penghuni benua atas, harus ada sesaji yang bersih. Begitu pula manusia yang memberikan sesaji itu harus bersih. Sabda atau Tona ini menjadi pedoman bagi pengikut Ugamo Malim. [budaya-indonesia.org]