Batakpedia.org- Saat ini lagi ramai di media sosial, Agnez Mo dibully karena pernyataannya soal darah Indonesia yang tidak dimilikinya. Penggalan video wawancara selama 1 menit itu kontan menjadi ajang sumpah serapah netizen padanya.
Setelah saya tonton utuh penuh wawancara Agnez Mo itu, ternyata tidak ada kalimat merendahkan atau meniadakan rasa cintanya pada Indonesia.
Agnez dalam wawancara itu jujur mengakui bahwa dalam genetika darahnya tidak ada darah Indonesia sebagai sebuah bangsa. Ingat kata bangsa.
Jika bangsa Indonesia itu adalah gabungan beragam suku bangsa asli yang telah ada di tanah air apa yang diucapkan Agnez benar adanya.
Ini sama misalnya jika anak saya lahir di Jepang. Besar dan berkarya di Jepang. Jadi warga negara Jepang. Lalu, suatu hari saat dewasa ditanya media.
Tentu anak saya akan menjawab dalam darahnya tidak mengalir darah bangsa Jepang. Tapi ada darah etnis Batak Indonesia.
Sesederhana itu sebenarnya mengartikan maksud kalimat Agnez Mo. Jadi tidak ada yang salah dengan kejujuran Agnez Mo itu.
Cuma kita yang suka menuding kadrun sumbu pendek padahal kita juga sama saja. Sumbu pendek bermental penghasut.
“Kalo boleh tahu, dalam darah Bang Bir mengalir darah apa?”
“Oh, sudah jelas dalam darah saya, tidak ada mengalir darah golongan Indonesia, Jerman, Arab, China, Batak, India, atau Afrika”.
“Lho…, jadi darah asli Bang Bir mengalir darah apa, dong?”
“Waktu saya test di rumah sakit, dalam darah saya mengalir darah golongan AB”.
Anak Batak Lupa Kacang Kulitnya
Saya sering ditanya teman-teman saya dari Pulau Jawa.
“Elo kok gak kayak orang Medan, Bro. Gak, kayak Ruhut atau Hotman Paris logatnya”.
Pertanyaan ini sering ditanyakan teman-teman saya. Wajar saja mereka bingung soal ini. Orang luar Sumatera Utara memang banyak yang kurang memahami daerah Medan dan tanah Batak.
Kekeliruan ini mungkin terjadi karena perantau asli asal tanah Batak suka menyebut asal kampungnya dari Medan. Anak Medan. Otomatis akhirnya secara umum hampir semua orang Pulau Jawa menyebut orang Batak, ya orang Medan. Orang Medan adalah yang berlogat Batak.
Padahal ya tidak begitu. Banyak orang Batak asal tanah Batak belum tentu pernah menginjakkan kakinya di Medan. Tanah Batak itu jaraknya ke Medan sekitar 6-10 jam. Medan ibu kota Sumut. Di sana itu bekas wilayah Kesultanan Deli. Melayu Deli.
Anak tamatan SMA asal tanah Batak misalnya dari Parlilitan atau Parsoburan sana kalo diterima di ITB atau UGM akan lebih mudah bilang dirinya asal Medan. Itu lebih mudah dimengerti daripada menyebut Parsoburan atau Parlilitan. Secara Medan lebih dikenal. Tidak ribet menjelaskannya.
Nah, kembali ke pertanyaan teman saya mengapa saya tidak seperti orang Medan atau orang Batak? Mengapa logat bahasa saya tidak seperti Bang Ruhut atau Hotman Paris?
Saya mau bilang anak Medan itu logatnya, ya campur baur. Medan menjadi melting pot dari 33 kabupaten kota Sumut. Beragam suku bangsa.
Di Medan malah orang Batak itu minoritas. Saya tinggal di lingkungan mayoritas Jawa. Teman-teman kecil saya orang Jawa.
Mereka disebut kelahiran Pujakesuma Putra Putri Jawa Kelahiran Sumatera. Otomatis cara bertutur saya dipengaruhi lingkungan Jawa. Dulu waktu kecil saya bisa berbahasa Jawa.
Saya pikir Mike Kevan yang mewawancarai Agnez Mo sama seperti teman saya dari Jawa sana yang memahami mengapa Agnez Mo tidak seperti orang Indonesia umumnya.
Orang Indonesia umumnya itu seperti apa? Ya, tentu saja yang dipahami Kevan seperti orang Bali, orang Jawa, orang Sunda. Punya budaya Nusantara yang mempengaruhi gerak hidup dan karyanya.
Dari persfektif ini Agnez Mo menangkap maksud pertanyaan Kevan yang tidak mengetahui seperti apa Indonesia itu.
So, Agnez menjawab dengan kata actually. Diksi kata actually ini dipilih Agnez untuk menegaskan bahwa konsep budaya Indonesia yang dipahami Kevan itu ternyata keliru.
Artinya Agnez mau mengatakan sebenarnya saya tidak punya darah Indonesia dalam artian budaya. Ingat konteks wawancara itu adalah seni. Budaya. Music. Agnez bilang ia blasteran Jerman, Jepang dan China.
Simpelnya, konteks percakapan itu mau bilang, “Hei, Agnez, elo kok beda ya musik dan gaya dengan budaya musik Indonesia.”
Sama seperti pertanyaan teman saya dari Jawa yang bilang, “Hei Bir..,.elo kok beda ya logat bahasamu dengan orang Batak?”.
Lalu saya jawab, “Sebenarnya saya lahir dan besar bukan di tanah Batak. Saya lahir dan besar di Medan”.
Tetiba percakapan ini dipotong. Lalu disebar. Lalu saya dibully.
“Dasar lupa kacang akan kulitnya”
Nasibmulah Bir..Bir…, ehhh salah…, Nez..Nez…
Salam perjuangan penuh cinta
Birgaldo Sinaga