Batakpedia.org- Siapa sih yang nggak tahu batik? Kain bergambar khas Indonesia yang semakin kaya motif dan warnanya ini bahkan mulai dikenal oleh bangsa asing. Tapi ketika ditanya, apa sih bedanya batik pedalaman dengan batik pesisiran? Nggak banyak orang Indonesia yang tahu jawabannya, mungkin kamu termasuk di antaranya. Beberapa orang hanya mengenal batik sebagai kain yang digores dengan lilin menjadi cantik, tapi nggak menyadari bahwa batik punya dua jenis yang berbeda.
Batik Indonesia umumnya dibedakan menjadi dua gaya desain berdasarkan ragam tata warna, motif, dan filosofinya. Kedua gaya batik itu adalah batik pedalaman dan batik pesisiran. Buatmu yang belum pernah tahu, yuk, kenali lebih jauh bareng Hipwee!
1. Batik pedalaman dan pesisiran punya sejarah dan nilai filosofis yang berbeda. Di sinilah akar dari keunikan karakternya satu sama lain
Batik pedalaman merupakan batik yang tumbuh dan berkembang atas dasar filsafat kebudayaan Jawa yang mengacu pada nilai-nilai spiritual. Di dalamnya juga terdapat harmonisasi antara alam semesta yang tertib, serasi dan seimbang. Jadi, batik pedalaman ini sifatnya sangat tradisional dan lokal.
Batik pesisiran mendapat pengaruh budaya daerah dari luar Jawa juga adanya pengaruh budaya asing seperti Cina dan India serta agama Hindu dan Buddha. Akulturasi inilah yang mendasari gaya batik pesisiran yang jauh berbeda dengan batik pedalaman.
2. Dari namanya saja, sudah bisa ditebak kalau batik pedalaman dan batik pesisiran berkembang di wilayah yang berbeda
Batik pedalaman berkembang di daerah pedalaman, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Melihat sejarahnya, kain batik pedalaman ini merupakan kain kebesaran dari keluarga keraton dan hanya boleh dikenakan oleh kalangan raja-raja dan petinggi keraton, makanya batik pedalaman juga dikenal dengan sebutan batik keraton atau batik klasik.Sedangkan batik pesisiran berkembang di masyarakat yang tinggal di luar area keraton atau di daerah pesisir pulau Jawa seperti Cirebon, Pekalongan dan Madura. Pada masanya, batik pesisiran ini boleh dikenakan oleh siapa saja, nggak dikhususkan pada golongan tertentu.
3. Orang yang melakukan proses pembatikannya pun berbeda antara batik pedalaman dan pesisiran
Pada batik pedalaman, pembatik hanya bisa dijumpai di lingkungan keraton dan nggak sembarang orang bisa melakukan proses pembatikan yang melibatkan ritual-ritual tertentu. Memproses batik keraton diibaratkan sebagai ibadah, suatu aktivitas seni tinggi yang patuh pada aturan serta arahan aristokrat Jawa. Istilah-istilah batik pun mulai dikenal sejak zaman ini dan hampir semuanya menggunakan bahasa Jawa.
Berbeda dengan para pembatik di daerah pesisir yang merupakan rakyat jelata. Membatik bagi mereka adalah pekerjaan sambilan yang bebas aturan, tanpa patokan teknis dan religio-magis. Para pembatik pesisir lebih menyukai cara-cara yang bisa mengeksplorasi batik seluas-luasnya.
4. Soal motifnya, batik pedalaman dan pesisiran jelas punya banyak perbedaan
Motif yang digunakan pada batik pedalaman nggak sembarangan, setiap motif memiliki makna filosofi tersendiri. Ragam hias yang diciptakan pun bernuansa kontemplatif, tertib, dan simetris. Kebanyakan menggunakan motif geometris dan pengaruh budaya Jawa-Hindu, seperti ornamen-ornamen candi yang ada di daerah Yogyakarta dan Surakarta. Khusus motif hewan, biasanya nggak ditampilkan secara utuh, misalnya hanya digambarkan bagian tubuh tertentu saja.
Motif yang ditampilkan pada batik pesisiran umumnya lebih eksplisit, bebas, spontan, dan kasar cenderung imajinatif dan abstrak. Biasanya terinspirasi dari apa yang dilihat, misalnya bunga, kupu-kupu dengan kepala dan kaki yang digambarkan lengkap. Tentunya masing-masing motif punya makna sesuai dengan budaya masing-masing daerah.
5. Belum lagi soal warnanya, batik pedalaman dan pesisiran punya ciri khas yang kontras
Batik pedalaman umumnya menggunakan tiga warna dasar yaitu indigo blue/wedelan (biru gelap), soga (cokelat seperti pohon soga), dan putih atau putih kecokelatan (cream). Penggunaan warna-warna alam yang kalem dan nggak mencolok sudah menjadi suatu keunikan tersendiri dalam pembuatan batik pedalaman.
Pada batik pesisiran, warna-warna yang digunakan mengikuti selera masyarakat luas yang bersifat dinamis dan cerah seperti merah, biru, hijau, kuning, bahkan ada pula yang oranye, ungu, dan warna-warna muda lainnya.
6. Cara mengenakan berikut waktu penggunaannya juga masing-masing lho. Awas, jangan sampai keliru ya!
Batik pedalaman umumnya dikenakan sebagai nyamping atau jarit (kain batik panjang) untuk acara resmi yang tetap mempertahankan ukuran aslinya sekitar 2,5 x 1,1 meter. Penggunaannya bisa diwiru atau bisa juga digunakan untuk kemben. Meski terkadang kita menemukan batik pedalaman yang dijahit sebagai pakaian, namun penggunaannya lebih untuk acara pernikahan atau acara resmi lainnya.
Sedangkan penggunaan pada batik pesisiran lebih sebagai model pakaian dan busana modern. Dengan variasi yang begitu banyak seperti gamis, dress, sampai pakaian model terbaru yang menggunakan motif batik.
7. Karena melalui proses yang berbeda, batik pedalaman dan pesisiran punya harga yang berbeda pula di pasaran
Jika dibandingkan, batik pesisiran tentunya lebih komersial karena harganya yang lebih terjangkau. Sementara itu batik pedalaman yang masih menggunakan teknik tulis atau canting dan cap memang lebih mahal. Hal ini nggak terlepas dari teknik pembuatannya yang lebih sulit dan lebih lama, serta motif di baliknya yang lebih bernilai atau memiliki makna. Sedangkan pada batik pesisir, makna dan nilai-nilai yang terkandung pada motifnya bukanlah yang utama. Perbedaan yang dihasilkan dari latar belakang budaya dan sosial yang berbeda ini tetap menjadikan batik sebagai masterpiece dalam dunia fesyen.
Itulah tadi ulasan mengenai perbedaan antara batik pedalaman dengan batik pesisiran. Sebagai generasi muda, sudah seyogianya jika kita mengetahui jenis batik yang ada dalam sejarah perkembangannya di Indonesia. Meski bukan penggemar batik, setidaknya pemahaman ini bisa digunakan sebagai wawasan dan yang paling penting, nggak malu-maluin pas ditanya orang asing. (hipwee)