Tarombo ialah silsilah, sistem marga dalam masyarakat, sistem kekerabatan. Dalam bahasa Inggris dikenal dngan istilah family history atau genealogy (berasal dari bahasa Yunani/Greek: γενεά genea, “generation”; and λόγος logos, “knowledge”). Fungsi dasar dari tarombo ialah untuk mengetahui silsilah dan hubungan kekerabatan (partuturon) antara satu sama lain. Tutur ialah aturan panggilan berdasarkan hubungan kekeluargaan(genealogical terminology) . Membicarakan silsilah, kedudukan masing-masing dalam sistem kekerabatan disebut Martarombo.
Batak menganut garis keturunan patrilineal (garis keturunan dari ayah). Berbicara mengenai Tarombo tentu tidak bisa lepas dari marga. Marga atau nama keluarga adalah nama pertanda dari keluarga mana seorang berasal. Dalam sistematika biologis, marga digunakan untuk takson ‘genus‘. Nama marga dalam kebudayaan Batak terletak di belakang, sehingga sering disebut dengan nama belakang. Marga menjadi identitas dalam masyarakat dan adat Batak. Seperti yang sudah disebutkan, marga dalam suku Batak diturunkan dari ayah kepada anak-anaknya (patriarchal). Marga turun-temurun dari kakek kepada bapak, kepada anak, kepada cucu, kepada cicit, dst.
Mengenai pentingnya Marga, Tarombo, dan Tutur sudah dipesankan orang tua yang terdahulu, seperti umpasa berikut :
Jolo tinittip sanggar bahen huruhuruan;
Jolo sinukkun marga asa binoto partuturan.
Artinya : Harus menanyakan marga dulu, supaya diketahui partuturon (hubungan kekerabatan).
Hau antaladan parasaran ni binsusur;
Sai tiur do dalan molo sai denggan iba martutur.
Artinya : jalan hidup akan cerah jika baik dalam martutur (memiliki hubungan baik dalam berkerabat).
Bahkan J.C. Vergouwen mengatakan bahwa tarombo merupakan identitas orang Batak. Tarombo merupakan salah satu ciri istimewa maryarakat Batak, yang tidak dimiliki oleh masyarakat lain baik di manca negara (hanya ada beberapa suku bangsa, seperti: Yahudi/Israel. Inilah dasar yang digunakan oleh beberapa ahli/penulis yang mengatakan suku Batak adalah salah satu suku bangsa Yahudi/Israel yang hilang).
Itulah sebabnya ketika orang Batak berkenalan akan ditanyakan marga, dan pada umumnya jika semarga akan ditanyakan nomor (keturunan) ke berapa.
Sebagai contoh saya sendiri : Sunardo Panjaitan, Panjaitan Nomor 15, Raja Janggut (SANTI TUA RADJA/RADJA JANGGUT).
Jadi saya bermarga Panjaitan, keturunan ke-15 dari Radja Panjaitan, yaitu dari Raja Janggut.
Dari informasi bisa diketahui jika asal saya dari Janggut ni Huting/ Lumban Tambak Sitorang, karena Raja Santi Tua Panjaitan yang dikenal dengan gelar Raja Janggut (konon katanya karena mempunyai kucing yang mempunyai janggut – akan saya bahas di topik lain).
Jadi marga Panjaitan yang lain bisa mengetahui hubungan kekerabatan (partuturon) kami, apakah saya haha, anggi, bapauda, bapatua, ompung, pahompu, dsb. Marga lain juga bisa mengetahui partuturon kami.
Namun perlu diketahui, tidak ada kebenaran yang mutlak dalam tarombo. Hampir setiap marga ada perbedaan tarombo (terdapat beberapa versi tarombo). Hal ini disebabkan kurangnya bukti-bukti tertulis secara nyata. J.C. Vergouwen dalam bukunya “Het rechtsleven der Toba Bataks” terbitan tahun 1933, mengatakan bahwa sistematik tarombo marga-marga pada suku Batak sifatnya spekulatif dan bukti-bukti peninggalan silsilah tarombo (berupa prasasti atau daun lontar) belum pernah diketemukan. (Mohon informasinya jika para pembaca mengetahui mengenai bukti-bukti ini). Oleh sebab itu, dalam falsafah hidup dalam tatanan kekerabatan antara sesama, sistem Dalihan Natolu, selalu ditekankan “manat mardongantubu”.
Lebih detail mengenai keabsahan tarombo ini akan saya tulis pada kesempatan lain.
sipeop na godang ndang marlobi-lobi, si peop na otik ndang hurangan.
BATAKPEDIA