Batakpedia.org-Naskah-naskah kuna di wilayah Sumatera Utara menggunakan Aksara Batak. Untuk penyebutan aksara ada namanya tersendiri yaitu surat. Sementara untuk penyebutan naskah kuna yang berbentuk “buku” disebutnya pustaha.
Menurut Uli Kozok, orang Batak menggunakan aksara untuk menuliskan ilmu kedukunan, surat-menyurat (bisa ancaman dan ratapan). Ada anggapan yang berhak menuliskan perihal ilmu kedukunan yaitu para dukun.
Di dalam negeri sendiri, koleksi naskah kuna Batak paling banyak disimpan di Perpustakaan Nasional RI. Diperkirakan hampir 1.000 hingga 2.000 naskah kuna Batak tersimpan di luar Indonesia. Negara yang paling banyak menyimpan naskah kuna batak adalah Belanda dan Jerman.
Selain oleh para dukun, naskah kuna juga dituliskan oleh orang biasa atau pun seorang raja. Sementara tulis oleh orang yang terbuang oleh sanak saudara, mengenai kematian orangtua mau pun kerabat lainnya, juga persoalan cinta yang gagal.
Umumnya, naskah-naskah kuna Batak ditulis di tiga media tulis berbahan kulit kayu, bambu, dan tulang kerbau. Lipatan kulit kayu yang menyerupai buku itulah yang disebut pustaha. Pustaha biasanya mengandung unsur cerita, ilmu hitam, ilmu putih, obat, nujum, nujum perbintangan, nujum dengan memakai binatang dan nujum-nujum lainnya.Kepenulisan aksara kuna pada tulang kerbau caranya dengan menggunakan ujung pisau digoreskannya dan bekas goresannya itu diberi warna hitam.
Diperkirakan perkembangan aksara di Sumatera Utara sendiri berasal dari selatan menuju ke utara. Peneliti khusus surat Batak menyatakan, \perkembangannya mulai dari Angkola-Mandailing. Karakter aksara di Mandailing memiliki keragaman varian paling banyak, setelahnya itu adalah Toba dan Karo.
Dari daerah selatan kemudian tersebar ke arah utara sehingga terbentuklah aksara kuna Toba-Timur-Simalungun, yang kemudian disebut Toba-Simalungun. Sebenarnya ada sedikit perubahan dari bentuk aksaranya. Ketika diperhatikan, semua aksaranya terdiri dari garis-garis yang terpisah-pisah, misalnya pada contoh aksara konsonan “ma” dan “ra”.
Hal tersebut menyatakan bahwa para penulis naskah kuna bukan hanya para dukun saja yang bisa membaca dan menuliskan aksara kuna. Namun, terdapat juga istilah pulas yaitu semacam surat kaleng yang ada di daerah Karo yang terkenal sebagai musuh b?rngi yakni istilah musuh di malam hari.
Musuh b?rngi dianggap sebagai bukti yang kuat kalau aksara Batak diketahui secara umum keberadaan dan keberlangsungannya oleh para pria Karo yang ternyata memiliki kebiasaan menuliskan aksara berisi ratapan percintaan atau bilang-bilang pada ruas-ruas bambu. Hal inilah yang memungkinkan surat Batak di Karo menjadi terkenal, sehingga terjadi penyesuaian tersendiri akan perkembangan aksaranya yang kemudian hari munculnya aksara “mba” dan “nda” yang menjadi ciri khasnya Aksara Karo.(pesona.travel)
(Buku Uli Kozok berjudul Surat Batak)