Dihalaman Tentang BatakPedia, saya menuliskan latar belakang dibuatnya Batakpedia : “Batakpedia dibuat dengan tujuan melestarikan,mengenalkan Batak, terutama budaya Batak. Dilatar belakangi dengan keprihatinan developer bahwa sudah banyak orang Batak yang tidak tahu budaya Batak (salah satunya berbahasa Batak), bahkan cenderung malu untuk berbahasa batak atau malah malu jadi orang Batak. Malah sebaliknya orang lain yang tertarik dengan ‘Batak’“. Fenomena ini saya sebut “Sindrom Inferioritas Batak” (Bataknese Inferiority Syndrome) .
Beberapa orang mengomentarinya, baik melalui email, fb, dll; yang isinya merasa miris dan prihatin, dimana etnis Batak sudah tidak bangga dengan budaya daerahnya sendiri, terlebih putra putri Batak yang lahir di perantauan. Ironisnya orang luar yang seperti lebih peduli semisal Uli Kozok, Sandra Niessen (br. Hutabarat); plus orang Indonesian Non-Batak : Mjah Nassir (Asal : Kedungwuni, Pekalongan ).
Seorang teman men-tag saya di facebook : @Koran Kompas, Sabtu15/09 hal: 1&15.
….”Banyak orang Batak dituding mengidap sindrom inferioritas. Artinya, mereka tidak bangga dengan budayanya sendiri, tetapi justru senang menyerap budaya asing”... (bisa dibaca disini)
Sejujurnya saya sangat salut kepada orang Jawa, orang Tionghoa/Korea/Jepang (bukan bermaksud rasis :D), walaupun mereka tidak pernah menginjakkan kaki di tanah leluhurnya tapi tetap fasih berbahasa Jawa, Tionghoa/Korea/Jepang. Saya bandingkan dengan orang Batak, baru merantau ke Medan atau Jakarta saja sebagian besar sudah tidak bisa berbahasa Batak, bahkan sebagian dari mereka merasa bangga tidak bisa berbahasa Batak. “Sejak kenal Jakarta, Rimbang pun tak ditanda lagi“.
Dan Sindrom Inferioritas ini terjadi bukan hanya pada orang/suku Batak. Ini juga berarti adanya ancaman dimasa depan akan “Punahnya Budaya” itu sendiri. Ya…mau dibawa kemana? Sebuah kemunduran generasikah atau malah sebaliknya, generasi sekarang terlalu maju sehingga tidak ada waktu untuk mempelajari budayanya? Terlalu sibuk belajar budaya dan bahasa asing? Memang banyak faktor penyebabnya (salah satunya yang saya tuliskan ini.. jadi silahkan dibaca sampai selesai :D).
Berikut ini adalah screenshoot pembicaraan saya dengan Uli Kozok :
Kalau mau mempelajari budaya Batak harus tahu bahasa Belanda dan Jerman. Jujur saja saya sedih membaca kata-kata itu. Kenyataannya memang iya… Saya mencari-cari referensi buku maupun di Internet mengenai Budaya Batak, namun sulit sekali menemukannya. bahkan saya harus rela berkeliling di Blok M, Grogol, Senen, dll untuk mencari-carinya. Dan jikalau pun ada, harganya mahal sekali. Pernah juga saya melihat buku mengenai budaya Batak di pameran buku. Saya lupa judulnya, bukunya menurut saya bagus. Ketika ingin membeli…cek harganya, saya terkejut..harganya sekitar 500 ribuan. Padahal itu sudah diskon T_T. (dan Anda mungkin bisa menebak sendiri akhir ceritanya…heheh. TIDAK JADI beli T_T).
Sepengetahuan saya juga, diberbagai universitas negeri juga ada jurusan sastra daerah: Universitas Sumatera Utara – Jurusan Sastra batak, Universitas Padjajaran (UNPAD) – Jurusan Sastra Sunda, Universitas Negeri Semarang (UNNES) – Jurusan Sastra Jawa, dll; tetapi mengapa jarang kedengaran gaungnya? Apakah karena prospeknya kurang cerah sehingga sepi peminat? Seandainya jurusan-jurusan ini aktif, saya kira tidak sulit untuk mencari referensi – valid dan reliable. Mungkin Indonesia perlu mencontoh negara-negara lain semisal Jepang memberikan beasiswa belajar di negaranya, dengan catatan menggunakan bahasa Jepang; sebut saja beasiswa MEXT/monbukagakusho (btw… doakan saya, agar bisa dapat beasiswa ini :D). Akh..sudahlah, terlalu banyak pengandaian T_T.
Itulah sebabnya saya senang dengan munculnya situs-situs tentang budaya Batak, walau pun bahkan diantara situs-situs tersebut masih banyak yang tidak memperhatikan masalah hak cipta (banyak yang copy paste tanpa menyertakan sumbernya.Hmmm… disitus ini pun mungkin ada juga seperti itu.. Untuk itu saya mohon maaf sebesar-besarnya. Lebih gila lagi : Plagiat IDE), validitas, dan reabilitasnya. (Saya akan membahasnya lain kali).
sipeop na godang ndang marlobi-lobi, si peop na otik ndang hurangan.
BATAKPEDIA