Penulis memerhatikan seringkali keturunan dari suatu marga atau marga lain memanggil nenek moyangnya, misalnya Panjaitan (anak ni Tuan Dibangarna), dengan “Toga Panjaitan“, sebagian memanggilnya “Raja Panjaitan“. Seringkali juga kita mengucapkan atau paling tidak mendengarkan kata “Toga” dan “Raja”, misalnya Punguan Toga Raja Panjaitan, atau Punguan Raja Toga Panjaitan, Punguan Toga Raja Manurung, atau Punguan Raja Toga Manurung, dsb.
Yang manakah yang benar? Apakah semuanya benar?
Toga artinya “punguan” (red :Indonesia “Kumpulan“); “parsadaan” ? (red, “Persatuan“). (atau adakah arti lain ?).
Menurut penulis, jika kita menyebut nenek moyang marga, maka sebaiknya kita menyebut “Raja”, bukan “Toga”. Misalnya “Raja Panjaitan“, “Raja Manurung“, dsb.
Untuk menyebut punguan marga, sebaiknya kita menyebut “Toga Panjaitan” (Punguan Panjaitan) saja. Penyebutan “Toga Raja Panjaitan” bisa diterima (Punguan pinompar Raja Panjaitan). Namun harap diperhatikan tidak semua marga menggunakan Raja. Keturunan Raja Lontung pada umumnya menggunakan Toga.
Jadi kalo ada yang menyebut Punguan Toga Raja Panjaitan, atau Punguan Raja Toga Panjaitan ini harus kita koreksi, karena artinya sudah amburadul, rancu.
sipeop na godang ndang marlobi-lobi, si peop na otik ndang hurangan.
BATAKPEDIA