Bila melalui artikel sebelumnya Gobatak mencoba menjawab sekelumit tanya tentang budaya kanibalisme yang dimiliki orang Batak tempo dulu, maka di artikel kali ini, Gobatak mencoba memaparkan logika perihal “Begu Ganjang” yang hingga kini santer di Tanah Batak. Tentu tidak akan bisa manjawab pertanyaan mengenai keberadaan Begu Ganjang secara keseluruhan. Begu Ganjang, yang dalam bahasa Indonesianya berarti Hantu Panjang, dipercaya “semakin dilihat, semakin tinggi.”
Konon, dikatakan, seseorang memelihara “Begu Ganjang” demi memperoleh kekayaan secara gaib. Sang pemelihara bisa memperoleh kekayaan dengan syarat menyerahkan nyawa manusia sebagai tumbal. BIla kita masih berpikir secara tradisional yang terpaku pada gossip dan bukannya logika, maka bukan tidak mungkin kita menelan bulat-bulat isu “Begu Ganjang” ini.
Sudah terlalu banyak artikel yang mengangkat isu “Begu Ganjang” ke permukaan nasional bahkan internasional. Singkatnya, “Begu Ganjang” telah menjadi santapan khalayak, bahkan terdaftar pula sebagai “hantu Batak tingkat Nasional.” Kenyataan unik yang barangkali bisa disebut sebagai “pembodohan gaib” ini bisa kita pikirkan lagi dengan lebih berlandaskan logika. Bagaimana mungkin masyarakat bisa membunuh orang yang diduga memelihara “Begu Ganjang” sementara sosoknya tidak pernah diketahui secara pasti?
Terlalu banyak kasus yang meniunjukkan bahwa begu yang satu ini berkekuatan penuh untuk menghimpun massa yang berujung pada kriminalitas yang dilakukan secara bersama-sama. Intinya, “bagi dosa sama rata atas dugaan dosa yang ternyata tanpa dosa.” Terlalu banyak bukti pula yang menunjukkan bahwa masyarakat Batak bahkan hingga pada zaman serba modern ini yang berpikiran sempipt –atau apakah ‘ganjang’nya begu ganjang telah menyita ruang pikiran mereka?
Logikanya, Begu Ganjang ini berhembus dan tenar di kalangan kita tak lain dan tak bukan karena kecemburuan social. Berdasarkan berbagai hipotesa masyarakat, pemilik hantu panjang batak ini memiliki kelas social yang terbilang lumayan tinggi. Sebagaimana yang Gobatak kutip dari KapanLagi.com, didukung oleh kasus yang mewabah di dunia nyata, kita bisa menyimpulkan bahwasanya isu Begu Ganjang hanyalah merupakan terminology pinjaman untuk menghakimi. Orang Batak sebagai manusia dengan tingkat ‘kekerasan’ yang mengalahkan baja, ‘kebengisan’ yang mengalahkan singa, tentu tidak akan tinggal diam menyaksikan “Begu Ganjang” yang membuat resah ini. Maka, tanpa pikir panjang, tanpa mengecek kebenaran, masyarakat memperalat “Begu Ganjang” sebagai alasan kuat untuk melanggar hukum. Orang-orang yang memperalat begu ini hanya akan menjadi ‘begu-begu pendek’ yang berada di bawah bayang-bayang Begu Ganjang.
Semuanya berpulang pada kita, seberapa besar kita beriman, dan bagaimana cara kita memandang masalah ini. Tak ada seorangpun yang bisa memastikan kegaiban. Lupakan sejenak tentang begu ini. Berpikirlah positif dan gunakan kacamata yang jernih, bukan reben hitam.
Tampaknya bagi orang Batak, mengecek ‘kwitansi’ jauh lebih penting daripada kebenaran begu hebat ini. Padahal kalau dipikir-pikir, kasihan juga kan, begu yang tak tahu apa-apa itu diajak berperkara?
Sumber : http://www.gobatak.com/segelintir-tanya-di-balik-habatahon-4-begu-ganjang-nyata-kah/