Batakpedia.org – Kata orang berpisah itu mudah. Baik berpisah dalam ketika masih pacaran maupun ketika sudah terikat dalam pernikahan. Menurut mereka, setidaknya berpisah nggak seribet mengurus birokrasi pas mau mendaftar ke KUA untuk menikah.
Hey, kata siapa mudah?
Apalagi ketika menilai ‘mudah’ itu dari tayangan perceraian publik figur di televisi. Tinggal daftar, duduk, sidang, trus udah. Padahal aslinya perceraian itu amit-amit ribetnya. Apalagi perpisahan itu nggak hanya cerai secara hukum saja, karena masih ada cerai adat kalau dulu kalian menikah secara adat juga. Penasaran gimana ribetnya bercerai secara adat ini?
1. Pasangan yang ingin bercerai di suku Toraja harus siap dikenai denda. Nggak tanggung-tanggung, dendanya setara 6-12 ekor kerbau!
Nggak hanya dikenal dengan upacara pernikahannya saja membutuhkan proses yang panjang. Namun jika sepasang suami istri ingin berpisah, mereka harus membayar sejumlah denda (rampanan kapa) yang dulu disepakati ketika menikah. Besarnya denda perceraian ini tiap orang nggak sama atau tergantung pada kedudukannya di masyarakat. Yang paling rendah adalah mengorbankan hewan ternak berupa babi betina sementara yang paling besar adalah 12 ekor kerbau. Mantap bukan?
2. Berbeda lagi dengan orang di suku Batak, apalagi yang berada di Sumatera Utara. Di sana para raja adat akan melakukan segala upaya agar sepasang suami istri nggak berpisah
Prosesi pernikahan suku Batak memang terkenal panjang dan memakan biaya yang jelas nggak sedikit. Karena persiapan yang terkenal panjang dan biaya besar tersebut, orang-orang suku Batak menyadari bahwa pernikahan yang sudah menyatukan dua keluarga besar harus benar-benar dijaga. Apalagi bagi suku Batak, sebuah pernikahan hanya bisa dipisahkan oleh maut. Apalagi jika pasangan tersebut sudah mempunyai anak. Semakin berat dan bahkan nggak mungkin mereka untuk bercerai. Sebab para raja adat suku Batak akan melakukan segala cara untuk mempertahankan pernikahan tersebut karena perceraian dinilai menentang 3 tujuan hidup suku Batak: Hagabeon, Hamoraon, Hasangapon.
3. Dari suku Batak mari berpindah ke suku Dayak Ngaju. Suku Dayak Ngaju mempunyai perjanjian perkawinan yang jangan sampai dilanggar. Termasuk di dalamnya perceraian
Buat yang belum tahu, suku Dayak Ngaju merupakan salah satu suku di Kalimantan. Tepatnya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Di dalam pernikahan suku Dayak Ngaju ini terdapat sebuah perjanjian pernikahan yang isinya jangan sampai dilanggar. Salah satu isinya membahas tentang perceraian merupakan tindakan yang tercela. Makanya jangan sampai (sekali) pasangan dari suku ini untuk berpisah. Kalau pun perceraian memang jalan terakhir yang harus diambil, menurut hasil penelitian tentang perjanjian pernikahan suku Dayak Ngaju, jika ada yang melanggar perjanjian pernikahan suku ini, maka akan dikenai denda adat yang telah ditentukan kedua belah pihak keluarga. Hm…ribet kan?
4. Perceraian menurut hukum adat Bali juga dikenal super ribet. Bisa bercerai ASAL mendapatkan persetujuan prajuru banjar
Nggak sama seperti suku di daerah lainnya, perceraian secara adat ini sebaiknya dilakukan sebelum pasangan mengajukan proses cerai secara hukum di pengadilan. Nah untuk bisa bercerai secara adat, pasangan Hindu di Bali wajib melaporkan diri pada prajuru banjar. Prajuru banjar ini kemudian bertugas untuk memberikan sejumlah nasihat untuk mempertahankan pernikahan tersebut. Namun jika memang nggak bisa dipertahankan lagi, mau tidak mau harus melakukan prosesi perceraian sesuai ajaran Hindu yang cukup rumit. Baru setelah sah bercerai secara adat, mantan pasangan tersebut diperkenankan mendaftarkan perceraian mereka secara agama.
5. Nah suku Baduy beda lagi. Orang-orang di sana menganggap bercerai adalah sesuatu yang tabu dan diusahakan nggak ada di dalam kamus hidup mereka
Bagi suku Baduy, menikah merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan sebagai manusia atau rukun hirup. Jika tidak menikah, maka seseorang itu dianggap menyalahi kodratnya. Nah suku Baduy merupakan salah satu suku di Indonesia yang tak mengenal perceraian. Satu-satunya perpisahan yang diterima dalam pernikahan di suku Baduy adalah perpisahan karena maut. Jadi kalau pasanganmu berasal dari suku ini, baiknya jangan menyebut perpisahan. Sebab sama seperti mengucapkan hal yang tabu soalnya.
Kelima suku-suku di atas merupakan beberapa di antara banyak suku lain yang punya prosesi cerai ribet yang ada di Indonesia. Daripada nanti ujung-ujungnya malah merepotkan kedua belah pihak keluarga (plus kena sanksi adat pula) bukankah lebih baik nggak gegabah menikah? Menikah itu boleh, yang nggak boleh itu buru-burunya. Setuju? (hipwee)