Batakpedia.org-Danau Toba terbentuk dari letusan gunung berapi raksasa di masa prasejarah. Erupsi yang dahsyat terlacak menutupi atmosfer hingga memengaruhi musim panas Eropa. Dari letusan tersebut tercipta kaldera yang juga sangat luas dan menjadi danau.
Ini adalah kunjungan saya kali ketiga ke Danau Toba. Meski begitu, setiap kali menginjakkan kaki, kekaguman pada keajaiban alam ini kembali muncul. Melihat hamparan air melimpah yang dilingkupi punggung gunung yang hijau, segala lelah seolah sirna.
Di tepian ngarai kokoh yang menggengam danau tersebut, pohon-pohon cemara tegak berdiri. Dari celah-celah barisan pohon angin dingin yang berembus dari permukaan air mengantarkan kesejukan yang menyegarkan.
Danau Toba terbentuk dari letusan gunung berapi raksasa di masa prasejarah. Erupsi yang dahsyat terlacak menutupi atmosfer hingga memengaruhi musim panas Eropa. Dari letusan tersebut tercipta kaldera yang juga sangat luas dan menjadi danau. Namun, masih ada dorongan perut bumi yang kemudian berhenti, dan memunculkan daratan kecil Samosir yang akhirnya berpenghuni.
Fakta sejarah tersebut membuat kita dapat membayangkan betapa perkasanya Toba ketika melihat pemandangannya. Dengan riwayat dan keindahan itu semua, tak mengherankan bila Danau Toba layak sebagai geopark kelas dunia dan menjadi satu dari 10 destinasi wisata prioritas di Indonesia.
Toba dikelilingi tujuh kabupaten di Sumatera Utara. Dengan pusat danau berada dalam administrasi Kabupaten Samosir. Uniknya, Pulau Samosir di Danau Toba bukanlah melulu daratan. Di tengahnya terdapat “danau di atas danau”, yaitu danau seukuran telaga bernama Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang.
Untuk sampai ke Samosir, pengunjung bisa naik pesawat turun di Bandara Silangit ataupun lewat jalan darat dan tol. Saya memilih melalui jalan darat karena selain infrastrukturnya cukup baik, waktunya juga lebih leluasa.
Di jalan saya bisa melihat perkebunan karet, mampir di Siantar, kemudian menikmati panorama danau menjelang sampai ke Parapat. Monyet ekor panjang sesekali terlihat bergerombol di pinggir jalan atau bergelantungan dari satu dahan ke dahan lain.
Dari pelabuhan Ajibata di Parapat, saya langsung menyeberang ke Tuk Tuk tempat penginapan di Pulau Samosir. Pilihan penyeberangan ke sini adalah kapal penumpang dan speed boat, sementara feri yang bisa mengangkut mobil melayani penyeberangan ke Tomok—pusat ekonomi di Pulau Samosir. Mendengar tempias air yang memukul-mukul lambung perahu menjadi musik pengiring perjalanan.
Di Pulau Samosir inilah masyarakat Batak hidup dan menciptakan budayanya. Di situ kita bisa menemukan tradisi dalam wujud bahasa, tarian, ukiran, arsitektur, hingga kain tenun atau ulos. Saya membeli beberapa lembar ulos untuk suvenir dan kenang-kenangan.
Danau Toba telah ratusan kali ditulis. Pelancong menyampaikan pengalaman mereka lewat mulut dan catatan, merekamnya lewat foto. Keindahan kawasan danau membimbing estetika juru foto melahiran ribuan imaji. Belasan stiker perkumpulan dari negara asing yang tertempel di satu kaca pintu restoran menunjukkan ketenaran danau ini. (pesona.travel)