Batakpedia.org- Sudah sering saya paparkan atau uraikan tentang beranekaragamnya suku-suku di Nusantara ini. Ada sekitar 450 suku yang tersebar di berbagai pulau dan daerah di Nusantara. Bahkan, ada juga yang mengatakan jumlah suku yang ada di Nusantara ini lebih dari itu. Karena banyak sekali suku-suku asli yang “terpecah” atau “beranak-pinak” di negeri ini.
Dengan jumlah suku yang begitu banyak, ditambah lagi dengan sifat merantau yang begitu tinggi di negeri ini, dan boleh dikatakan banyak suku di Nusantara ini yang gemar merantau, maka rasanya perkawinan antarsuku di negeri ini akan semakin tak terhindarkan, dan semakin banyak anak-anak muda sekarang dan nantinya yang memilih pasangan hidupnya dengan orang-orang dari suku lainnya.
Apalagi filosofi hidup anak-anak sekarang, bahwa cinta sungguh tidak bisa dikalahkan oleh pertimbangan apa pun dalam memilih pasangan hidup. Bahwa demi cinta, tidak peduli lagi dengan adat istiadat leluhur atau paksaan orang tua.
Artinya, sebagai negara yang terbentuk dari banyaknya suku bangsa, baik itu suku asli maupun suku pendatang, cinta mungkin saja hadir tanpa memandang siapa nenek moyang mereka. Si mata besar boleh bebas mengalihkan pandangannya ke mata sipit, dan si rambut lurus lebih suka membelai rambut ikal yang bergelombang.
Tapi, apa yang terjadi kalau dua hati yang terbungkus nilai-nilai budaya yang berbeda, tidak bisa bersatu karena larangan adat yang mengikat? Pasti tidak gampang untuk memberikan jawaban atas pertanyaan seperti itu.
Apa pun itu, yang jelas, etnisitas juga merupakan salah satu faktor terbentuknya kepribadian seseorang. Selain itu, Indonesia sendiri memiliki budaya masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelompok. Apalagi kalau sudah menuju ke arah pernikahan!
Pernikahan di Indonesia bukan hanya menyatukan dua individu, melainkan menyatukan dua keluarga sekaligus. Sulitnya dua keluarga ini bersatu dipengaruhi oleh mitos-mitos pernikahan antar etnis yang banyak beredar di masyarakat. Apa saja sih mitos yang ada di masyarakat? Yuk kita lihat di bawah, yang editor olah dan kembangkan dari Thebridedep!
Mitos Batak + Jawa = Si Dominan dan Si Submisif
Fakta: Bukan, ini bukan Fifty Shades of Grey! Adanya pandangan yang kuat bahwa orang Batak memiliki karakter keras (dominan) dan orang Jawa memiliki karakter penurut (submisif), membuat munculnya anggapan bahwa akan ada kasus ‘penindasan’ di dalam hubungan Batak-Jawa. Oow, tunggu dulu!
Pria Batak pasti langsung berteriak, tidak setuju. Sebelum kena demo, gadis suku Jawa juga pasti protes keras anggapan ini. Jelasnya, ini hanya masalah cara berkomunikasi saja kok! Lagi pula, tidak mungkin satu suku punya kepribadian yang sama semua ‘kan?
Mitos Jawa + Sunda = Hubungan Diwarnai Peperangan, Ingat Perang Bubat di Bogor antara Majapahit dan Padjadjaran
Katanya, mitos ini muncul karena ada sejarah perang Bubat antara Kerajaan Majapahit dari tanah Jawa dan Kerajaan Padjadjaran dari tanah Sunda. Gara-gara perang tersebut, orang Jawa dianggap telah merendahkan martabat orang Sunda. Jadi, muncullah larangan pernikahan antara orang Jawa dan Sunda.
Setuju tidak kalau itu sebenarnya hanya urusan nenek moyang kita yang dibesar-besarkan dan seharusnya tidak perlu kita lanjutkan lagi? Hehe.
Mitos Sunda + Minang = Kondisi Keuangan Labil
Pernah dengar kalau orang dari suku Minang itu pelit dan orang Sunda suka berfoya-foya? Stereotype itu membuat pihak yang concern dengan kondisi keuangan keluarga, melarang adanya hubungan di antara dua kelompok etnis ini.
Seperti Anda yang barangkali ahli ekonomi, tapi setahu aku (tapi kalau memang ada, please let me know!) belum ada teori ekonomi yang mengatakan adanya pengaruh suku dan budaya terhadap stabilitas perekonomian negara.
Lagipula apa pun etnisnya, jika kamu tidak pandai mengatur pendapatan dan pengeluaran, guncangan ekonomi mungkin saja terjadi.
Fakta-fakta di atas berkata bahwa perbedaan etnis tidak seharusnya menghalangi cinta antara Anda dengan calon pasangan atau pendamping Anda. (netralnews)